Selasa, 29 Juni 2010

Inginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas?

Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak.
Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki- Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa : 48)

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jami’ul Ulum Wal Hikam menyatakan, “Amalan riya yang murni jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah.”

Bagaimana Agar Aku Ikhlas?

Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah

Banyak Berdoa

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan- Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)

Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).

Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.” Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”

Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.

Memandang Rendah Amal Kebaikan

Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”

Takut Akan Tidak Diterimanya Amal

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Mu’minun: 60)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).

Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )

Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita ?

Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka

Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.

Ingin Dicintai, Namun Dibenci

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat- lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba- Nya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir).

Dalam sebuah hadits dinyatakan “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)

Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang laki-laki yang berkata : ‘Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya ini’. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, ’sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah’. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ’semoga Allah merahmatinya sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada umumnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal kebaikan)

***

Disusun oleh: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ustadz Ahmad Daniel, Lc.
Artikel www.muslim.or. id

Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak.

Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki- Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa : 48)

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jami’ul Ulum Wal Hikam menyatakan, “Amalan riya yang murni jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah.”

Bagaimana Agar Aku Ikhlas?

Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah

Banyak Berdoa

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:

« اَللّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ أَعْلَمُ »

“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan- Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)

Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, “Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.”

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, “Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya.” (HR Bukhari Muslim).

Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari Muslim)

Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, “di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan.” Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”

Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.

Memandang Rendah Amal Kebaikan

Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”

Takut Akan Tidak Diterimanya Amal

Allah berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Mu’minun: 60)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).

Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata, “Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah.” (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )

Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita ?

Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka

Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.

Ingin Dicintai, Namun Dibenci

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat- lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَيَجْعَلُ لَهُمُ الرَّحْمَنُ وُدًّا

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba- Nya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir).

Dalam sebuah hadits dinyatakan “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari Muslim)

Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang laki-laki yang berkata : ‘Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya ini’. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, ’sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah’. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ’semoga Allah merahmatinya sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada umumnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal kebaikan)

***

Disusun oleh: Abu ‘Uzair Boris Tanesia
Muroja’ah: Ustadz Ahmad Daniel, Lc.
Artikel www.muslim.or. id

Selengkapnya ....

Senin, 28 Juni 2010

Mengapa Hati Ini Masih Merasa Iri?

Pernah mungkin kita mendengar kisah dua orang tetangga dekat bisa saling bunuh. Penyebabnya karena yang satu buka toko dan lainnya pun ikut-ikutan. Akibat yang satu merasa tersaingi, akhirnya ada rasa iri dengan kemajuan saudaranya. Tetangga pun tidak dipandang. Awalnya rasa iri dipendam di hati. Namun karena semakin hangat dan memanas, akhirnya berujung pada pertikaian yang berakibat hilangnya nyawa. Sikap seperti ini pun mungkin pernah terjadi pada kita. Namun belum sampai parah sampai gontok-gontokan. Rasa iri tersebut muncul kadangkala karena persaingan. Sikap iri semacam ini jarang terjadi pada orang yang usahanya berbeda. Jarang tukang bakso iri pada tukang becak. Orang yang saling iri biasanya usahanya sama. Itulah yang biasa terjadi. Tukang bakso, yah iri pada tukang bakso sebelah. Si empunya toko sembako iri pada orang yang punya toko yang semisal, dan seterusnya.
Perlu diketahui bahwa iri, dengki atau hasad –istilah yang hampir sama- adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain. Asal sekedar benci orang lain mendapatkan nikmat, itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Hasad seperti inilah yang tercela. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

ان الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود

“Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”[1]


Adapun ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat pada orang lain itu hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut ghibthoh. Yang tercela adalah hasad model pertama tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Janganlah kalian saling hasad (iri), janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi (saling mendiamkan/ menghajr). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hasad Bisa Terjadi Pada Orang Beriman

Hasad bisa saja terjadi pada orang-orang beriman. Hal ini dapat kita lihat dalam kisah Nabi Yusuf dengan suadara-saudaranya. Sampai-sampai ayah Yusuf (Ya’qub) memerintahkan pada Nabi Yusuf agar jangan menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya agar tidak membuat mereka iri. Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5)

Lalu lihatlah bagaimana perkataan saudara-saudara Yusuf.

إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“(Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”(QS. Yusuf: 8). Lihatlah bagaimana hasad pun bisa terjadi di antara orang beriman, bahkan di antara sesama saudara kandung.

Hasad (Iri) Tidak Ada Untungnya

Patut kita renungkan bersama bahwa rasa iri sebenarnya tidak pernah ada untungnya sama sekali. Yang ada hanya derita di dalam hati. Orang yang hasad pada saudaranya sama saja tidak suka pada ketentuan atau takdir Allah. Karena orang yang hasad tidak suka atas ketentuan Allah pada saudaranya. Padahal Allah yang menakdirkan saudaranya jadi kaya, saudaranya punya kedudukan, saudaranya sukses dalam bisnis, dan lainnya. Orang yang hasad sama saja menentang ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az Zukhruf: 32). Padahal Allah yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk hamba-Nya.

Orang yang hasad sama saja dengan orang yang menzholimi saudaranya. Oleh karena itu, orang yang didengki (dihasad) akan mendapatkan manfaat dari orang yang hasad di akhirat kelak. Kebaikan orang yang hasad akan diberikan pada orang yang didengki (dihasad) dan kejelekan orang yang didengki (dihasad) akan beralih pada orang yang hasad. Bisa terjadi seperti ini karena orang yang hasad layaknya orang yang menzholimi orang lain. Sehingga penyelesaiannya dengan jalan seperti itu. Lebih-lebih lagi jika hasad tadi diteruskan dengan perkataan, perbuatan dan ghibah (menggunjing) , tentu akibatnya lebih parah.[2]


Itu tadi adalah akibat di akhirat. Sedangkan di dunia, orang yang hasad pun menderitakan berbagai kerugian. Jika orang yang ia hasad terus mendapatkan nikmat, hatinya akan semakin sedih dan terus seperti itu. Bulan pertama, ia hasad karena omset saudaranya meningkat 50 %, ini kesedihan pertama. Jika bulan kedua meningkat lagi, ia pun akan semakin sedih. Begitu seterusnya, orang yang hasad tidak pernah mendapatkan untung, malah kesedihan yang terpendam dalam hati yang ia peroleh waktu demi waktu.

Cara Mengatasi Penyakit Hasad

Agar kita tidak terjerumus dalam penyakit hati yang satu ini, maka ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan, di antaranya:

Pertama: Pertebal iman dan rasa yakin pada takdir Allah, tentu saja dengan terus menambah ilmu.

Kedua: Mengingat akibat hasad yang berdampak di dunia maupun di akhirat.

Ketiga: Selalu bersyukur dengan yang sedikit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)

Keempat: Selalu memandang orang yang di bawahnya dalam masalah dunia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik [atau kenikmatan dunia lainnya], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari no. 6490 dan Muslim no. 2963)

Dalam hadits lain disebutkan,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)

Kelima: Banyak mendoakan orang lain yang mendapatkan nikmat dalam kebaikan karena jika kita mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan) . Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan do’anya kepada saudarany). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim no. 2733)

Setelah mengetahui hal ini, masihkah ada iri pada saudara kita? Semoga Allah memberi taufik untuk terhindar dari penyakit yang satu ini. Amin, Yaa Mujibas Saailin.

Panggang-GK, 29 Jumadil Awwal 1431 H (13/05/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Pernah mungkin kita mendengar kisah dua orang tetangga dekat bisa saling bunuh. Penyebabnya karena yang satu buka toko dan lainnya pun ikut-ikutan. Akibat yang satu merasa tersaingi, akhirnya ada rasa iri dengan kemajuan saudaranya. Tetangga pun tidak dipandang. Awalnya rasa iri dipendam di hati. Namun karena semakin hangat dan memanas, akhirnya berujung pada pertikaian yang berakibat hilangnya nyawa. Sikap seperti ini pun mungkin pernah terjadi pada kita. Namun belum sampai parah sampai gontok-gontokan. Rasa iri tersebut muncul kadangkala karena persaingan. Sikap iri semacam ini jarang terjadi pada orang yang usahanya berbeda. Jarang tukang bakso iri pada tukang becak. Orang yang saling iri biasanya usahanya sama. Itulah yang biasa terjadi. Tukang bakso, yah iri pada tukang bakso sebelah. Si empunya toko sembako iri pada orang yang punya toko yang semisal, dan seterusnya.

Perlu diketahui bahwa iri, dengki atau hasad –istilah yang hampir sama- adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain. Asal sekedar benci orang lain mendapatkan nikmat, itu sudah dinamakan hasad, itulah iri. Hasad seperti inilah yang tercela. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,

ان الحسد هو البغض والكراهة لما يراه من حسن حال المحسود

“Hasad adalah sekedar benci dan tidak suka terhadap kebaikan yang ada pada orang lain yang ia lihat.”[1]


Adapun ingin agar semisal dengan orang lain, namun tidak menginginkan nikmat pada orang lain itu hilang, maka ini tidak mengapa. Hasad model kedua ini disebut ghibthoh. Yang tercela adalah hasad model pertama tadi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلاَ تَحَاسَدُوا ، وَلاَ تَبَاغَضُوا ، وَلاَ تَدَابَرُوا ، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا

“Janganlah kalian saling hasad (iri), janganlah kalian saling membenci, janganlah kalian saling membelakangi (saling mendiamkan/ menghajr). Jadilah kalian bersaudara, wahai hamba Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hasad Bisa Terjadi Pada Orang Beriman

Hasad bisa saja terjadi pada orang-orang beriman. Hal ini dapat kita lihat dalam kisah Nabi Yusuf dengan suadara-saudaranya. Sampai-sampai ayah Yusuf (Ya’qub) memerintahkan pada Nabi Yusuf agar jangan menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya agar tidak membuat mereka iri. Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ يَا بُنَيَّ لَا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Ayahnya berkata: “Hai anakku, janganlah kamu ceritakan mimpimu itu kepada saudara-saudaramu, maka mereka membuat makar (untuk membinasakan) mu. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. Yusuf: 5)

Lalu lihatlah bagaimana perkataan saudara-saudara Yusuf.

إِذْ قَالُوا لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَى أَبِينَا مِنَّا وَنَحْنُ عُصْبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“(Yaitu) ketika mereka berkata: “Sesungguhnya Yusuf dan saudara kandungnya (Bunyamin) lebih dicintai oleh ayah kita dari pada kita sendiri, padahal kita (ini) adalah satu golongan (yang kuat). Sesungguhnya ayah kita adalah dalam kekeliruan yang nyata.”(QS. Yusuf: 8). Lihatlah bagaimana hasad pun bisa terjadi di antara orang beriman, bahkan di antara sesama saudara kandung.

Hasad (Iri) Tidak Ada Untungnya

Patut kita renungkan bersama bahwa rasa iri sebenarnya tidak pernah ada untungnya sama sekali. Yang ada hanya derita di dalam hati. Orang yang hasad pada saudaranya sama saja tidak suka pada ketentuan atau takdir Allah. Karena orang yang hasad tidak suka atas ketentuan Allah pada saudaranya. Padahal Allah yang menakdirkan saudaranya jadi kaya, saudaranya punya kedudukan, saudaranya sukses dalam bisnis, dan lainnya. Orang yang hasad sama saja menentang ketentuan ini. Allah Ta’ala berfirman,

أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَةَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا وَرَحْمَةُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az Zukhruf: 32). Padahal Allah yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk hamba-Nya.

Orang yang hasad sama saja dengan orang yang menzholimi saudaranya. Oleh karena itu, orang yang didengki (dihasad) akan mendapatkan manfaat dari orang yang hasad di akhirat kelak. Kebaikan orang yang hasad akan diberikan pada orang yang didengki (dihasad) dan kejelekan orang yang didengki (dihasad) akan beralih pada orang yang hasad. Bisa terjadi seperti ini karena orang yang hasad layaknya orang yang menzholimi orang lain. Sehingga penyelesaiannya dengan jalan seperti itu. Lebih-lebih lagi jika hasad tadi diteruskan dengan perkataan, perbuatan dan ghibah (menggunjing) , tentu akibatnya lebih parah.[2]


Itu tadi adalah akibat di akhirat. Sedangkan di dunia, orang yang hasad pun menderitakan berbagai kerugian. Jika orang yang ia hasad terus mendapatkan nikmat, hatinya akan semakin sedih dan terus seperti itu. Bulan pertama, ia hasad karena omset saudaranya meningkat 50 %, ini kesedihan pertama. Jika bulan kedua meningkat lagi, ia pun akan semakin sedih. Begitu seterusnya, orang yang hasad tidak pernah mendapatkan untung, malah kesedihan yang terpendam dalam hati yang ia peroleh waktu demi waktu.

Cara Mengatasi Penyakit Hasad

Agar kita tidak terjerumus dalam penyakit hati yang satu ini, maka ada beberapa kiat yang bisa kita lakukan, di antaranya:

Pertama: Pertebal iman dan rasa yakin pada takdir Allah, tentu saja dengan terus menambah ilmu.

Kedua: Mengingat akibat hasad yang berdampak di dunia maupun di akhirat.

Ketiga: Selalu bersyukur dengan yang sedikit. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)

Keempat: Selalu memandang orang yang di bawahnya dalam masalah dunia. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ

“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik [atau kenikmatan dunia lainnya], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari no. 6490 dan Muslim no. 2963)

Dalam hadits lain disebutkan,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim no. 2963)

Kelima: Banyak mendoakan orang lain yang mendapatkan nikmat dalam kebaikan karena jika kita mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Do’a seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan) . Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan do’anya kepada saudarany). Ketika dia berdo’a kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata : Amin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim no. 2733)

Setelah mengetahui hal ini, masihkah ada iri pada saudara kita? Semoga Allah memberi taufik untuk terhindar dari penyakit yang satu ini. Amin, Yaa Mujibas Saailin.

Panggang-GK, 29 Jumadil Awwal 1431 H (13/05/2010)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Selengkapnya ....

Jumat, 25 Juni 2010

Antara Rezeki dan Jimat

Urusan klenik, memang sangat sulit dilepaskan dari kehidupan masyarakat kita. Animisme dan aroma perdukunan masih kental terasa, padahal ajaran Islam yang menyerukan tauhid sangat bertentangan dengan hal tersebut. Cobalah tengok salah satunya, tindakan sebagian masyarakat yang mengaku muslim, mereka menggunakan berbagai jimat demi melariskan barang dagangan atau melancarkan rezeki. Kocek pun dirogoh dalam-dalam hanya untuk mendapatkan jimat, yang dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang berlebih.
Rezeki, Urusan yang Telah Ditentukan

Rezeki hanyalah berasal dari Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya,

"Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi?" (QS. Faathir [35>: 3)

Abu Muhammad al Baghawi rahimahullah mengemukakan bahwa pertanyaan yang diajukan Allah dalam ayat ini berfungsi untuk menetapkan bahwa tidak ada pencipta selain Allah yang mampu memberikan rezeki (Ma’alimut Tanzil 1/412). Sebagai satu-satunya Zat yang memberi rezeki, Allah telah menentukan kadar rezeki untuk setiap hamba-Nya, di antara mereka ada yang diberi kelapangan rezeki, sebagian lagi disempitkan rezekinya. Ada yang kaya, dan ada yang papa. Ada yang berlebih dan ada yang pas-pasan. Rezeki yang akan diperoleh seorang hamba di dunia ini, semenjak lahir hingga meninggal dunia telah ditetapkan dan ditentukan sebagaimana tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim bahwa Allah ta’ala telah memerintahkan malaikat-Nya untuk menetapkan empat perkara, dan diantaranya adalah kadar rezeki seseorang.

Ingin Rezeki Lancar? Jangan Ikuti Cara Syaitan!

Allah telah memberikan pedoman agar manusia dapat memperoleh kelapangan dan kelancaran rezeki. Berusaha kemudian bertawakal hanya kepada-Nya merupakan dua kunci sukses bagi pribadi muslim. Patut diperhatikan bahwa ‘berusaha’ yang dimaksud bukanlah dengan melakukan berbagai tindakan yang menyelisihi syariat demi mengejar keuntungan, kesuksesan tidaklah ditempuh dengan mengorbankan diri sehingga menuruti bujuk rayu syaitan.

Syaitan telah ‘menggodok’ berbagai strategi jitu lalu menawarkannya kepada manusia agar mereka tergoda dan terjerumus ke dalam penyimpangan dan dosa. Tidak terkecuali dalam urusan melancarkan rezeki, syaitan turut berperan aktif untuk menggelincirkan manusia dari jalan-Nya. Tidak sedikit manusia terkecoh dan rela diperbudak oleh syaitan, ada yang menempuh jalur penipuan agar bisa sukses, sebagian lagi ada yang merampok, mencuri dan ada yang menempuh jalur perdukunan. Metode terakhir ini sangat banyak yang melakukannya, mulai dari kalangan intelektual hingga mereka yang awam pendidikan terjangkiti ‘penyakit’ cinta perdukunan, anehnya tidak sedikit dari mereka yang berstatus muslim melakukan kesyirikan ini.

"Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (QS. Yusuf [12>: 106)

Jimat, Upaya Setan Menggelincirkan Bani Adam

Siapa sih yang tidak ingin sukses dan memperoleh keuntungan dalam bisnis dan profesi yang sedang digeluti? Sebagian besar dari kita tentulah ingin meraihnya. Dalam meraih kesuksesan, manusia terbagi ke dalam dua kategori, ada yang menempuh tangga kesuksesan dengan cara yang halal dan ada yang berkebalikan dengan hal itu, yaitu menempuh cara yang haram.

Seorang yang menggunakan jimat untuk meraih kekayaan termasuk dalam kategori yang diharamkan Islam. Banyak pejabat yang mendatangi ‘orang pintar’ (baca: dukun) untuk membeli jimat agar kekuasaannya langgeng. Di sisi lain, tidak sedikit para artis mendatangi paranormal (baca: para tidak normal) agar diberikan jimat sehingga ordernya tidak sepi dan dirinya tetap ‘laku’. Untuk yang satu ini, salah seorang teman pernah berkomentar, ‘Wah, udah profesinya merugikan masyarakat, pakai cara-cara yang gak benar lagi’. Jimat pun kerap digunakan oleh para pebisnis dan pedagang untuk menarik minat konsumen. Mulai dari ‘wiridan’ (baca: mantra-mantra yang diramu dengan bahasa arab atau dari sebagian ayat al-Qur’an namun prakteknya tidak dituntunkan dalam Islam), amalan-amalan yang tidak jelas asal-usulnya (seperti puasa pati geni, puasa ngebleng, dll) sampai celana dalam pun telah dijajal oleh mereka yang percaya akan keampuhan jimat dalam melariskan dagangan atau mendatangkan keuntungan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

"Barangsiapa yang mengalungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik" (HR. Ahmad 4/156, Thabrani dalam al Kabir 17/319 Syaikh Syu’aib al Arnauth dalam komentar beliau terhadap Musnad Ahmad 4/156, mengatakan sanad hadits ini kuat)

Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan bahwa orang yang mempercayai keampuhan jimat telah meyakini bahwa jimat itu mampu menolak ketentuan yang Allah tetapkan dan keyakinan seperti inilah yang menyebabkan seorang terjerumus ke dalam jurang kesyirikan (Faidlul Qadlir 6/180)

Jimat Mencederai Tawakal

Imam ath Thibi rahimahullah menyatakan salah satu keyakinan kaum musyrik jahiliyah adalah meyakini bahwa jimat sangat ampuh untuk menolak takdir yang telah ditetapkan bagi mereka, dan keyakinan yang demikian dapat menghilangkan tawakal dari jiwa seseorang (Faidhul Qadir 2/341)

Tawakal sendiri berarti penyandaran hati secara total kepada Allah ta’ala, baik dalam perkara dunia maupun akhirat (Hushulul Ma’mul hal. 83). Seorang yang bertawakal dengan benar kepada Allah dalam segala urusan akan meyakini bahwa segala perkara berada di bawah kekuasaan-Nya. Jika Allah menghendaki, maka pasti urusan tersebut akan terjadi. Jika Dia tidak menghendaki, maka tentu hal tersebut tidak akan terjadi. Setelah meyakini hal tersebut, maka dalam hatinya akan timbul rasa percaya terhadap Allah, lalu dia akan menempuh usaha yang sejalan dengan syariat dalam berbagai urusannya (Hushulul Ma’mul hal. 84)

Orang yang percaya dengan jimat tidak termasuk ke dalam kategori golongan yang bertawakal kepada Allah ta’ala, karena mereka lebih percaya kepada jimat tersebut ketimbang Allah ta’ala. Mereka lebih ‘pede’ ketika memakai jimat daripada melaksanakan tips yang dituntunkan Allah bagi para hamba-Nya dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, para penggemar jimat akan diliputi kegelisahan dan kegundahan jika jimat mereka hilang atau telah memasuki ‘masa kadaluwarsa’. Hati mereka justru terpaut dengan jimat tersebut, hati mereka telah berpaling dari Allah ta’ala dan hidup mereka telah disandarkan pada jimat tersebut. Maka benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

"Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka dirinya akan sangat bergantung (baca: bertawakal) padanya" (HR. Tirmidzi 2072 dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 3/192)

Rezeki Tidak Diraih Dengan Jimat

Rezeki hanya diperoleh dengan kerja keras, keuletan dan tawakal kepada Allah ta’ala, bukan dengan jimat. Beberapa fakta justru membuktikan kegagalan-lah yang akan ditemui oleh mereka yang bergantung pada jimat. Ada yang ludes harta bendanya karena telah mengeluarkan duit dalam jumlah yang banyak untuk memperoleh jimat yang ampuh sementara bisnisnya tak kunjung berhasil. Ada yang mendatangi dukun untuk memperoleh jimat, namun kebangkrutan yang dia temui. Bukan dirinya yang kaya, namun dukunlah yang kaya. Kok bisa kesuksesan dan rezeki dapat diperoleh dengan jimat? Kok bisa orang yang menggantungkan harapan kepada jimat bisa meraih kesuksesan?

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa seorang yang menggantungkan hati dan harapannya kepada sesuatu selain Allah justru akan menjadi golongan yang hina dan tidak akan memperoleh kebaikan (Badai’ul Fawaaid, 2/470). Di tempat lain, beliau menyatakan bahwa seorang yang demikian keadaannya, justru akan membuka pintu kehancuran dan kebinasaan bagi dirinya dan menutup pintu kesuksesan dan kebahagiaan (Thariqul Hijratain 1/29)

Oleh karena itu mereka yang percaya dan menggunakan jimat adalah orang yang merugi di dunia dan akhirat. Rugi di dunia, karena rezeki tidak kunjung datang kepada mereka. Kerugian di akhirat pun akan dia temui, karena dirinya termasuk golongan yang hina karena membiarkan hatinya bersandar, percaya dan bergantung pada jimat, sesuatu yang tidak mampu mendatangkan manfaat, tidak pula mudharat. Allah ta’ala berfirman,

"Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu? Atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menolak rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakal." (QS. Az Zumar [39>: 38)

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, para sahabat dan orang yang mengikuti mereka. Untaian puji hanyalah milik Allah.

Selesai ditulis pada tanggal 15 Dzulqa’dah 1428 H bertepatan dengan tanggal 24 November 2007.

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or. id

Urusan klenik, memang sangat sulit dilepaskan dari kehidupan masyarakat kita. Animisme dan aroma perdukunan masih kental terasa, padahal ajaran Islam yang menyerukan tauhid sangat bertentangan dengan hal tersebut. Cobalah tengok salah satunya, tindakan sebagian masyarakat yang mengaku muslim, mereka menggunakan berbagai jimat demi melariskan barang dagangan atau melancarkan rezeki. Kocek pun dirogoh dalam-dalam hanya untuk mendapatkan jimat, yang dipercaya dapat mendatangkan rezeki yang berlebih.

Rezeki, Urusan yang Telah Ditentukan

Rezeki hanyalah berasal dari Allah ta’ala, sebagaimana firman-Nya,

"Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi?" (QS. Faathir [35>: 3)

Abu Muhammad al Baghawi rahimahullah mengemukakan bahwa pertanyaan yang diajukan Allah dalam ayat ini berfungsi untuk menetapkan bahwa tidak ada pencipta selain Allah yang mampu memberikan rezeki (Ma’alimut Tanzil 1/412). Sebagai satu-satunya Zat yang memberi rezeki, Allah telah menentukan kadar rezeki untuk setiap hamba-Nya, di antara mereka ada yang diberi kelapangan rezeki, sebagian lagi disempitkan rezekinya. Ada yang kaya, dan ada yang papa. Ada yang berlebih dan ada yang pas-pasan. Rezeki yang akan diperoleh seorang hamba di dunia ini, semenjak lahir hingga meninggal dunia telah ditetapkan dan ditentukan sebagaimana tercantum dalam hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim bahwa Allah ta’ala telah memerintahkan malaikat-Nya untuk menetapkan empat perkara, dan diantaranya adalah kadar rezeki seseorang.

Ingin Rezeki Lancar? Jangan Ikuti Cara Syaitan!

Allah telah memberikan pedoman agar manusia dapat memperoleh kelapangan dan kelancaran rezeki. Berusaha kemudian bertawakal hanya kepada-Nya merupakan dua kunci sukses bagi pribadi muslim. Patut diperhatikan bahwa ‘berusaha’ yang dimaksud bukanlah dengan melakukan berbagai tindakan yang menyelisihi syariat demi mengejar keuntungan, kesuksesan tidaklah ditempuh dengan mengorbankan diri sehingga menuruti bujuk rayu syaitan.

Syaitan telah ‘menggodok’ berbagai strategi jitu lalu menawarkannya kepada manusia agar mereka tergoda dan terjerumus ke dalam penyimpangan dan dosa. Tidak terkecuali dalam urusan melancarkan rezeki, syaitan turut berperan aktif untuk menggelincirkan manusia dari jalan-Nya. Tidak sedikit manusia terkecoh dan rela diperbudak oleh syaitan, ada yang menempuh jalur penipuan agar bisa sukses, sebagian lagi ada yang merampok, mencuri dan ada yang menempuh jalur perdukunan. Metode terakhir ini sangat banyak yang melakukannya, mulai dari kalangan intelektual hingga mereka yang awam pendidikan terjangkiti ‘penyakit’ cinta perdukunan, anehnya tidak sedikit dari mereka yang berstatus muslim melakukan kesyirikan ini.

"Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)." (QS. Yusuf [12>: 106)

Jimat, Upaya Setan Menggelincirkan Bani Adam

Siapa sih yang tidak ingin sukses dan memperoleh keuntungan dalam bisnis dan profesi yang sedang digeluti? Sebagian besar dari kita tentulah ingin meraihnya. Dalam meraih kesuksesan, manusia terbagi ke dalam dua kategori, ada yang menempuh tangga kesuksesan dengan cara yang halal dan ada yang berkebalikan dengan hal itu, yaitu menempuh cara yang haram.

Seorang yang menggunakan jimat untuk meraih kekayaan termasuk dalam kategori yang diharamkan Islam. Banyak pejabat yang mendatangi ‘orang pintar’ (baca: dukun) untuk membeli jimat agar kekuasaannya langgeng. Di sisi lain, tidak sedikit para artis mendatangi paranormal (baca: para tidak normal) agar diberikan jimat sehingga ordernya tidak sepi dan dirinya tetap ‘laku’. Untuk yang satu ini, salah seorang teman pernah berkomentar, ‘Wah, udah profesinya merugikan masyarakat, pakai cara-cara yang gak benar lagi’. Jimat pun kerap digunakan oleh para pebisnis dan pedagang untuk menarik minat konsumen. Mulai dari ‘wiridan’ (baca: mantra-mantra yang diramu dengan bahasa arab atau dari sebagian ayat al-Qur’an namun prakteknya tidak dituntunkan dalam Islam), amalan-amalan yang tidak jelas asal-usulnya (seperti puasa pati geni, puasa ngebleng, dll) sampai celana dalam pun telah dijajal oleh mereka yang percaya akan keampuhan jimat dalam melariskan dagangan atau mendatangkan keuntungan. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

"Barangsiapa yang mengalungkan jimat, maka dia telah berbuat syirik" (HR. Ahmad 4/156, Thabrani dalam al Kabir 17/319 Syaikh Syu’aib al Arnauth dalam komentar beliau terhadap Musnad Ahmad 4/156, mengatakan sanad hadits ini kuat)

Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan bahwa orang yang mempercayai keampuhan jimat telah meyakini bahwa jimat itu mampu menolak ketentuan yang Allah tetapkan dan keyakinan seperti inilah yang menyebabkan seorang terjerumus ke dalam jurang kesyirikan (Faidlul Qadlir 6/180)

Jimat Mencederai Tawakal

Imam ath Thibi rahimahullah menyatakan salah satu keyakinan kaum musyrik jahiliyah adalah meyakini bahwa jimat sangat ampuh untuk menolak takdir yang telah ditetapkan bagi mereka, dan keyakinan yang demikian dapat menghilangkan tawakal dari jiwa seseorang (Faidhul Qadir 2/341)

Tawakal sendiri berarti penyandaran hati secara total kepada Allah ta’ala, baik dalam perkara dunia maupun akhirat (Hushulul Ma’mul hal. 83). Seorang yang bertawakal dengan benar kepada Allah dalam segala urusan akan meyakini bahwa segala perkara berada di bawah kekuasaan-Nya. Jika Allah menghendaki, maka pasti urusan tersebut akan terjadi. Jika Dia tidak menghendaki, maka tentu hal tersebut tidak akan terjadi. Setelah meyakini hal tersebut, maka dalam hatinya akan timbul rasa percaya terhadap Allah, lalu dia akan menempuh usaha yang sejalan dengan syariat dalam berbagai urusannya (Hushulul Ma’mul hal. 84)

Orang yang percaya dengan jimat tidak termasuk ke dalam kategori golongan yang bertawakal kepada Allah ta’ala, karena mereka lebih percaya kepada jimat tersebut ketimbang Allah ta’ala. Mereka lebih ‘pede’ ketika memakai jimat daripada melaksanakan tips yang dituntunkan Allah bagi para hamba-Nya dalam meraih kesuksesan. Oleh karena itu, para penggemar jimat akan diliputi kegelisahan dan kegundahan jika jimat mereka hilang atau telah memasuki ‘masa kadaluwarsa’. Hati mereka justru terpaut dengan jimat tersebut, hati mereka telah berpaling dari Allah ta’ala dan hidup mereka telah disandarkan pada jimat tersebut. Maka benarlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

"Barangsiapa yang menggantungkan jimat, maka dirinya akan sangat bergantung (baca: bertawakal) padanya" (HR. Tirmidzi 2072 dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Shahihut Targhib wat Tarhib 3/192)

Rezeki Tidak Diraih Dengan Jimat

Rezeki hanya diperoleh dengan kerja keras, keuletan dan tawakal kepada Allah ta’ala, bukan dengan jimat. Beberapa fakta justru membuktikan kegagalan-lah yang akan ditemui oleh mereka yang bergantung pada jimat. Ada yang ludes harta bendanya karena telah mengeluarkan duit dalam jumlah yang banyak untuk memperoleh jimat yang ampuh sementara bisnisnya tak kunjung berhasil. Ada yang mendatangi dukun untuk memperoleh jimat, namun kebangkrutan yang dia temui. Bukan dirinya yang kaya, namun dukunlah yang kaya. Kok bisa kesuksesan dan rezeki dapat diperoleh dengan jimat? Kok bisa orang yang menggantungkan harapan kepada jimat bisa meraih kesuksesan?

Ibnul Qayyim rahimahullah menyatakan bahwa seorang yang menggantungkan hati dan harapannya kepada sesuatu selain Allah justru akan menjadi golongan yang hina dan tidak akan memperoleh kebaikan (Badai’ul Fawaaid, 2/470). Di tempat lain, beliau menyatakan bahwa seorang yang demikian keadaannya, justru akan membuka pintu kehancuran dan kebinasaan bagi dirinya dan menutup pintu kesuksesan dan kebahagiaan (Thariqul Hijratain 1/29)

Oleh karena itu mereka yang percaya dan menggunakan jimat adalah orang yang merugi di dunia dan akhirat. Rugi di dunia, karena rezeki tidak kunjung datang kepada mereka. Kerugian di akhirat pun akan dia temui, karena dirinya termasuk golongan yang hina karena membiarkan hatinya bersandar, percaya dan bergantung pada jimat, sesuatu yang tidak mampu mendatangkan manfaat, tidak pula mudharat. Allah ta’ala berfirman,

"Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu? Atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menolak rahmat-Nya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakal." (QS. Az Zumar [39>: 38)

Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, para sahabat dan orang yang mengikuti mereka. Untaian puji hanyalah milik Allah.

Selesai ditulis pada tanggal 15 Dzulqa’dah 1428 H bertepatan dengan tanggal 24 November 2007.

***

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or. id

Selengkapnya ....

10 Pintu Setan dalam Menyesatkan Manusia

Saudaraku, ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya. Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa memasukinya. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.
Pintu pertama:

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua:

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه

“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu ketiga:

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

Pintu keempat:

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits:

فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering lapar di hari kiamat nanti.” (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu kelima:

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

Pinta keenam:

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh:

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

Pintu kedelapan:

Yaitu mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya.

Pintu kesembilan:

Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.

Pintu kesepuluh:

Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.



Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya.



Rujukan: Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy

Artikel www.remajaislam. com


Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Saudaraku, ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya. Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa memasukinya. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.

Pintu pertama:

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua:

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه

“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu ketiga:

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

Pintu keempat:

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits:

فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering lapar di hari kiamat nanti.” (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu kelima:

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

Pinta keenam:

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh:

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

Pintu kedelapan:

Yaitu mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya.

Pintu kesembilan:

Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.

Pintu kesepuluh:

Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.



Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya.



Rujukan: Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy

Artikel www.remajaislam. com


Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

Selengkapnya ....

Rabu, 09 Juni 2010

The Power of Kepepet 2

Seandainya sekarang anda tidak memiliki uang tabungan, penghasilan pun kurang dari 1 juta sebulan. Apakah anda bisa mendapatkan uang 10 juta - jam 9 esok hari?" Saat saya menanyakan pertanyaan ini kepada peserta seminar, hampir semua menjawab, Tidak Bisa.

Kenapa?? Karena mereka mengukur kemampuannya berdasarkan kondisi normal mereka. Dengan penghasilan 1 juta perbulan, jika savingnya 200 ribu perbulan, maka butuh 50 bulan untuk mendapatkan 5 juta.

Bagaimana jika pertanyaan saya ubah? Seandainya, malam hari ini, orang yang paling Anda sayangi, mendadak sakit keras. Dokter mendiagnosa ada sebuah tumor ganas yang harus dioperasi esok pagi. Jika tidak, maka (maaf) nyawanya akan melayang. Sedangkan operasi hanya bisa dilaksanakan jika anda menyerahkan uang tunai sejumlah 5 juta rupiah sebelum jam 9 esok hari. Bagaimana? Apakah anda masih akan mengatakan tidak bisa? Mayoritas akan menjawab, "Harus bisa". Kenapa? Karena KEPEPET, jika tidak, nyawa orang yang kita cintai tersebut akan melayang.

Jadi sebenarnya jika dalam kondisi yang terdesak dan tidak diberikan pilihan untuk "tidak bisa", manusia akan mencari jalan untuk berfikir "Bagaimana Harus Bisa". Tetapi kenapa sukses, kaya, membahagiakan orang tua atau keluarga, seolah bukan suatu kebutuhan yang mendesak?

Sesungguhnya manusia telah diciptakan dengan potensi luar biasa, diluar apa yang kita pikirkan. Hanya saja potensi tersebut seringkali hanya akan keluar pada kondisi terdesak, seperti seorang nenek bisa melompat dari gedung setinggi 5 meter, saat kebakaran.

Coba amati biografi orang-orang sukses, banyak dari mereka yang 'kepepet' sebelumnya. Seperti per atau pegas, saat kita tekan, maka akan menimbulkan gaya yang lebih besar. Trus, apa yang harus kita lakukan? Cara Pertama untuk mengeluarkan 'potensi kepepet' kita, adalah dengan cara menvisualisasikan (membayangkan) seolah-olah kita dalam kondisi kepepet, maka kita akan mengfungsikan organ tubuh dan hormon-hormon kita, bekerja secara maksimal. Misalnya, bayangkan jika hari ini anda di PHK, apa yang akan anda lakukan?

Cara kedua, menciptakan kondisi kepepet secara Nyata. Misalnya dengan berhutang untuk modal usaha, secara otomatis akan membuat kita termotivasi untuk mengembalikan hutang. Atau, bisa juga kita terima orderan langsung, meskipun usaha belum mulai. Ada juga yang memberanikan diri membayar DP (uang muka) sewa ruko/ kios, setelah itu terpaksa berfikir bagaimana melunasinya. Jika anda masih single dan tidak punya tanggungan keluarga, mungkin anda mau langsung mencoba keluar kerja dan mulai usaha?! Semua itu pilihan anda lho, jangan salahkan saya untuk resikonya. Tergantung dari karakter masing-masing orang. Saya menempuh cara yang terakhir, cukup konyol, tapi berhasil. Kuncinya: Tetap jaga KREDIBILITAS Anda.

Cara mana yang akan anda pilih, yang penting MELANGKAH, jangan kebanyakan mikir atau sekedar membaca artikel saya ini. Karena kehidupan anda tidak akan berubah hanya dengan mendengar, tapi dengan ACTION.

Seperti kata Rudy Hartono, apa yang membuatnya menjadi juara? Jawabnya: “Every Point is a Game Point.”

FIGHT!

Seandainya sekarang anda tidak memiliki uang tabungan, penghasilan pun kurang dari 1 juta sebulan. Apakah anda bisa mendapatkan uang 10 juta - jam 9 esok hari?" Saat saya menanyakan pertanyaan ini kepada peserta seminar, hampir semua menjawab, Tidak Bisa.


Kenapa?? Karena mereka mengukur kemampuannya berdasarkan kondisi normal mereka. Dengan penghasilan 1 juta perbulan, jika savingnya 200 ribu perbulan, maka butuh 50 bulan untuk mendapatkan 5 juta.

Bagaimana jika pertanyaan saya ubah? Seandainya, malam hari ini, orang yang paling Anda sayangi, mendadak sakit keras. Dokter mendiagnosa ada sebuah tumor ganas yang harus dioperasi esok pagi. Jika tidak, maka (maaf) nyawanya akan melayang. Sedangkan operasi hanya bisa dilaksanakan jika anda menyerahkan uang tunai sejumlah 5 juta rupiah sebelum jam 9 esok hari. Bagaimana? Apakah anda masih akan mengatakan tidak bisa? Mayoritas akan menjawab, "Harus bisa". Kenapa? Karena KEPEPET, jika tidak, nyawa orang yang kita cintai tersebut akan melayang.

Jadi sebenarnya jika dalam kondisi yang terdesak dan tidak diberikan pilihan untuk "tidak bisa", manusia akan mencari jalan untuk berfikir "Bagaimana Harus Bisa". Tetapi kenapa sukses, kaya, membahagiakan orang tua atau keluarga, seolah bukan suatu kebutuhan yang mendesak?

Sesungguhnya manusia telah diciptakan dengan potensi luar biasa, diluar apa yang kita pikirkan. Hanya saja potensi tersebut seringkali hanya akan keluar pada kondisi terdesak, seperti seorang nenek bisa melompat dari gedung setinggi 5 meter, saat kebakaran.

Coba amati biografi orang-orang sukses, banyak dari mereka yang 'kepepet' sebelumnya. Seperti per atau pegas, saat kita tekan, maka akan menimbulkan gaya yang lebih besar. Trus, apa yang harus kita lakukan? Cara Pertama untuk mengeluarkan 'potensi kepepet' kita, adalah dengan cara menvisualisasikan (membayangkan) seolah-olah kita dalam kondisi kepepet, maka kita akan mengfungsikan organ tubuh dan hormon-hormon kita, bekerja secara maksimal. Misalnya, bayangkan jika hari ini anda di PHK, apa yang akan anda lakukan?

Cara kedua, menciptakan kondisi kepepet secara Nyata. Misalnya dengan berhutang untuk modal usaha, secara otomatis akan membuat kita termotivasi untuk mengembalikan hutang. Atau, bisa juga kita terima orderan langsung, meskipun usaha belum mulai. Ada juga yang memberanikan diri membayar DP (uang muka) sewa ruko/ kios, setelah itu terpaksa berfikir bagaimana melunasinya. Jika anda masih single dan tidak punya tanggungan keluarga, mungkin anda mau langsung mencoba keluar kerja dan mulai usaha?! Semua itu pilihan anda lho, jangan salahkan saya untuk resikonya. Tergantung dari karakter masing-masing orang. Saya menempuh cara yang terakhir, cukup konyol, tapi berhasil. Kuncinya: Tetap jaga KREDIBILITAS Anda.

Cara mana yang akan anda pilih, yang penting MELANGKAH, jangan kebanyakan mikir atau sekedar membaca artikel saya ini. Karena kehidupan anda tidak akan berubah hanya dengan mendengar, tapi dengan ACTION.

Seperti kata Rudy Hartono, apa yang membuatnya menjadi juara? Jawabnya: “Every Point is a Game Point.”

FIGHT!

Selengkapnya ....

The Power of Kepepet

Ada 2 sebab yang membuat orang tak tergerak untuk berubah. Yang pertama adalah impiannya kurang kuat, yang kedua tidak kepepet. Dua hal tersebut yang seringkali disebut orang sebagai motivasi.

Kesalahan fatal yang timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya adalah hanya menggunakan impian sebagai ‘iming-iming’ untuk menggerakkan audiens.

“Apa Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah mewah? atau bahkan kapal pesiar?” Memang, saat di ruang seminar, mereka sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi masalahnya, sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang-orang yang mereka sayangi. Apa jadinya? Mereka tetap diam ditempat.

Contoh yang kedua, ada seorang salesman yang bekerja di suatu perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan sistem bonus.

“Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda akan mendapat bonus jalan-jalan keluar negeri!” kata managernya.

“Gimana, semangat?” lanjut manager berinteraksi.

“Semagaat..ngat. .ngat!” sambut salesman, sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,

“Apa bonus yang aku tawarkan kurang besar?”.

“Enggak kok Pak, cukup besar, mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak”. Setelah 3 bulan masa ‘iming-iming’ tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak agak menekan di dalam meetingnya,

“Pokoknya, jika anda tidak bisa mencapai target penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!”. Nah, keluarlah keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung menyambangi calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu, nggak pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan, jika dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat, penghasilannya akan nol.

“Trus anak istriku makan apa?” pikirnya. Anehnya, target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa juga terlampaui.

Itulah yang disebut The Power of Kepepet. 97% orang termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming. Maka dari itu ada pepatah mengatakan bahwa “Kondisi Kepepet adalah motivasi terbesar di dunia!”. Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada seluruh karyawannya. Apa jawab mereka? “Emang gua pikirin!”. Bukannya salah karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu tak terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang berupa ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment.

John P. Kotter (Harvard Business Review) mengemukakan ” Establishing Sense of Urgency” adalah langkah pertama untuk menggerakkan perubahan dalam suatu organisasi. Dengan melihat ancaman-ancaman terhadap kompetisi dan krisis, membuat mereka tergerak, sebelum mengkomunikasikan “VISI”.
“Jika rasa sakit terhadap kondisi sekarang tidak kuat, orang tak akan beranjak untuk berubah”

Jadi analisa kembali kehidupan Anda sekarang ini. Jika Anda tidak mengubahnya, rasa sakit atau kerugian apa yang akan Anda dapatkan dimasa mendatang. Saran saya, jika Anda berada di zona yang sangat nyaman untuk tidak berubah (tidak melihat ancaman), ciptakan sedikit trigger (challenge) misalnya berupa penambahan investasi rumah. Jangan beli rumah yang sesuai dengan kemampuan bayar Anda, tapi ’sedikit lebih’ dari kemampuan Anda sekarang. Nah, dengan begitu Anda mau nggak mau dipaksa untuk mencari penghasilan tambahan atau mengurangi porsi pengeluaran yang tidak penting. Langkah kedua baru pikirkan nilai investasi itu 5 sampai 10 tahun mendatang, mungkin bisa sebagai solusi pembiayaan uang sekolah anak Anda kelak. Dengan meletakkan porsi dan posisi The Power of Kepepet dan Iming-iming secara tepat, Insya Allah kita akan selalu termotivasi.

So, bagi anda-anda yang sering putus di tengah jalan ketika mengusahakan suatu peluang baru,baik di dunia bisnis offline,bisnis online atau anda-anda yang masih bekerja di perusahaan dan menikmati zone aman dan stagnan…..saya yakin anda-anda adalah orang-orang yang tidak mempan dengan iming-iming,jadi kalo memang sudah saatnya anda kepingin berubah (he..he..kayak satria baja hitam donk)…selalu ciptakan kondisi kepepet!

Kalo masih nyaman dengan gaji yang gede,buatlah kebutuhan anda lebih gede dari pendapatan anda,sehingga anda tertantang untuk cari tambahan.Kalo anda masih nyaman dengan kerja dari pagi sampai sore bahkan hingga malam,bujuk istri dan anak-anak anda melakukan demo mogok makan dengan tuntutan anda menyediakan waktu lebih banyak buat mereka di rumah…(duh masa’ malah disuruh demo)…

Kalo anda nyaman dengan segala jabatan,pekerjaan dan gaji yang anda peroleh….pikirkanlah sekali lagi,benarkah anda telah menjalani apa yang anda suka,”menikmati passion anda” dan membuat hidup lebih berharga..kalo jawabnya sudah…alhamdulillah,berarti anda telah menemukan kebahagiaan dan syukurilah.Dan andai jawaban anda adalah “belum”…segeralah bergerak,waktu anda tak banyak,buatlah perubahan agar hidup anda lebih berharga dan anda bisa menikmati hidup dengan lebih indah..pikirkan, kalo besok saya mati dan saya belum menemukan pekerjaan yang menjadi “lentera jiwa saya” oh alangkah menyesalnya….

A live is too short,don’t waste your time for doing something you never love it….jadilah orang yang SAKTI — Sukses Kaya Berarti , Bukan cuma sukses secara materi tapi juga memberi arti bagi sesama.
Keep in FIGHTing !

Ada 2 sebab yang membuat orang tak tergerak untuk berubah. Yang pertama adalah impiannya kurang kuat, yang kedua tidak kepepet. Dua hal tersebut yang seringkali disebut orang sebagai motivasi.


Kesalahan fatal yang timbul oleh sebagian besar motivator ataupun trainer motivasi lainnya adalah hanya menggunakan impian sebagai ‘iming-iming’ untuk menggerakkan audiens.

“Apa Impian anda? Siapa yang impiannya punya mobil mewah? Rumah mewah? atau bahkan kapal pesiar?” Memang, saat di ruang seminar, mereka sangat terbawa dan termotivasi oleh sang motivator. Tapi masalahnya, sepulang dari seminar, mereka dihantam kemalasan, mungkin juga halangan-halangan bahkan seringkali oleh orang-orang yang mereka sayangi. Apa jadinya? Mereka tetap diam ditempat.

Contoh yang kedua, ada seorang salesman yang bekerja di suatu perusahaan. Seperti perusahaan lainnya, mereka menerapkan sistem bonus.

“Jika anda mencapai target yang telah ditentukan, maka anda akan mendapat bonus jalan-jalan keluar negeri!” kata managernya.

“Gimana, semangat?” lanjut manager berinteraksi.

“Semagaat..ngat. .ngat!” sambut salesman, sambil mengepalkan tangannya seolah siap tempur. Bulan demi bulan pun berlalu tanpa pencapaian target. Kemudian si manager bertanya,

“Apa bonus yang aku tawarkan kurang besar?”.

“Enggak kok Pak, cukup besar, mudah-mudahan bulan depan tercapai Pak”. Setelah 3 bulan masa ‘iming-iming’ tak berhasil, si manager mulai mengubah strategi. Dia berteriak agak menekan di dalam meetingnya,

“Pokoknya, jika anda tidak bisa mencapai target penjualan yang sudah saya tetapkan, anda saya PECAT!”. Nah, keluarlah keringat dingin si salesman. Sekeluar dari ruangan dia langsung menyambangi calon-calon customernya, kerjanyapun semakin giat. Malas, malu, nggak pe-denya hilang seketika. Kok bisa? Karena KePePet! Yang dia pikirkan, jika dia tidak dapat memenuhi target, dia akan dipecat. Jika dipecat, penghasilannya akan nol.

“Trus anak istriku makan apa?” pikirnya. Anehnya, target penjualan yang selama ini tidak pernah tercapai, bisa juga terlampaui.

Itulah yang disebut The Power of Kepepet. 97% orang termotivasi karena Kepepet, bukan karena iming-iming. Maka dari itu ada pepatah mengatakan bahwa “Kondisi Kepepet adalah motivasi terbesar di dunia!”. Banyak perusahaan mengkampanyekan Visi besarnya kepada seluruh karyawannya. Apa jawab mereka? “Emang gua pikirin!”. Bukannya salah karyawan yang tidak peduli terhadap visi perusahaan, tapi karena visi itu tak terlihat oleh karyawan. Mereka lebih termotivasi oleh sesuatu yang berupa ancaman, baik situasi dimasa mendatang ataupun berupa punishment.

John P. Kotter (Harvard Business Review) mengemukakan ” Establishing Sense of Urgency” adalah langkah pertama untuk menggerakkan perubahan dalam suatu organisasi. Dengan melihat ancaman-ancaman terhadap kompetisi dan krisis, membuat mereka tergerak, sebelum mengkomunikasikan “VISI”.
“Jika rasa sakit terhadap kondisi sekarang tidak kuat, orang tak akan beranjak untuk berubah”

Jadi analisa kembali kehidupan Anda sekarang ini. Jika Anda tidak mengubahnya, rasa sakit atau kerugian apa yang akan Anda dapatkan dimasa mendatang. Saran saya, jika Anda berada di zona yang sangat nyaman untuk tidak berubah (tidak melihat ancaman), ciptakan sedikit trigger (challenge) misalnya berupa penambahan investasi rumah. Jangan beli rumah yang sesuai dengan kemampuan bayar Anda, tapi ’sedikit lebih’ dari kemampuan Anda sekarang. Nah, dengan begitu Anda mau nggak mau dipaksa untuk mencari penghasilan tambahan atau mengurangi porsi pengeluaran yang tidak penting. Langkah kedua baru pikirkan nilai investasi itu 5 sampai 10 tahun mendatang, mungkin bisa sebagai solusi pembiayaan uang sekolah anak Anda kelak. Dengan meletakkan porsi dan posisi The Power of Kepepet dan Iming-iming secara tepat, Insya Allah kita akan selalu termotivasi.

So, bagi anda-anda yang sering putus di tengah jalan ketika mengusahakan suatu peluang baru,baik di dunia bisnis offline,bisnis online atau anda-anda yang masih bekerja di perusahaan dan menikmati zone aman dan stagnan…..saya yakin anda-anda adalah orang-orang yang tidak mempan dengan iming-iming,jadi kalo memang sudah saatnya anda kepingin berubah (he..he..kayak satria baja hitam donk)…selalu ciptakan kondisi kepepet!

Kalo masih nyaman dengan gaji yang gede,buatlah kebutuhan anda lebih gede dari pendapatan anda,sehingga anda tertantang untuk cari tambahan.Kalo anda masih nyaman dengan kerja dari pagi sampai sore bahkan hingga malam,bujuk istri dan anak-anak anda melakukan demo mogok makan dengan tuntutan anda menyediakan waktu lebih banyak buat mereka di rumah…(duh masa’ malah disuruh demo)…

Kalo anda nyaman dengan segala jabatan,pekerjaan dan gaji yang anda peroleh….pikirkanlah sekali lagi,benarkah anda telah menjalani apa yang anda suka,”menikmati passion anda” dan membuat hidup lebih berharga..kalo jawabnya sudah…alhamdulillah,berarti anda telah menemukan kebahagiaan dan syukurilah.Dan andai jawaban anda adalah “belum”…segeralah bergerak,waktu anda tak banyak,buatlah perubahan agar hidup anda lebih berharga dan anda bisa menikmati hidup dengan lebih indah..pikirkan, kalo besok saya mati dan saya belum menemukan pekerjaan yang menjadi “lentera jiwa saya” oh alangkah menyesalnya….

A live is too short,don’t waste your time for doing something you never love it….jadilah orang yang SAKTI — Sukses Kaya Berarti , Bukan cuma sukses secara materi tapi juga memberi arti bagi sesama.
Keep in FIGHTing !

Selengkapnya ....

Terkadang Kita Tidak Memperoleh apa Yang Kita Inginkan ?

Hamba itu termenung memikirkan apa yang telah ia lalui. Sesuatu yang sangat melelahkan. Sesuatu yang telah diniatkan dengan baik, diusahakan dengan sungguh-sungguh dengan segala daya upaya, tapi hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya. Seolah-olah Allah menutup pintu itu ketika hamba-Nya itu berusaha untuk membukanya. Ia dengarkan suara hatinya. Ia ambil mushaf yang agung dan mulai membacanya. Tanpa sadar jemarinya menuju suatu surat yang sarat dengan makna.

“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas dimuka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura [42]:27)

Ia kembali teringat akan suatu hadish yang dibacanya tadi malam sebelum tidur, suatu yang menjadi penguat dirinya menghadapi persoalan hidup.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw berkata, “Allah Azza wa Jalla berfirman dalam hadish qudsi, ‘Aku menurut sangkaan hamba-Ku dan Aku senantiasa bersamanya selama ia mengingat-Ku.’” Rasulullah melanjutkan, “Demi Allah, Allah SWT lebih senang menerima taubat hamba-Nya melebihi senangnya seseorang diantara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang ketika ia sibuk mencarinya kesana dan kemari, secara tiba-tiba unta itu muncul dihadapannya. Allah, Azza wa Jalla berfirman, ‘Siapa saja yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan siapa saja yang mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.’” (HR Mutafaqun Alaihi)

Maha Benarlah Allah. Dia menurut sangkaan hamba-Nya. Jika hamba-Nya berburuk sangka kepada-Nya, maka seperti itulah keadaannya. Tapi Allah Azza wa Jalla menegaskan di dalam Al Quran: “Allah tiada pernah menzalimi manusia sedikitpun” (QS Yunus [10]:44). Jika hamba-Nya itu berbaik sangka kepada-Nya dan berusaha dengan amal shaleh, maka Allah akan memberi suatu penghidupan yang baik kepadanya. Allah berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia) dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An Nahl [16]:97)

“Kehidupan yang baik” pada ayat diatas bukanlah berarti kehidupan mewah yang luput dari ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang menentramkan yang diliputi rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima ujian dan rasa syukur atas segala yang diperoleh. Sesuatu yang jauh dari rasa takut yang mencekam akan apa yang datang dihadapan atau kesedihan yang melampaui batas atas apa yang telah dilewati. Sesuatu yang tidak pernah menggoyahkan jiwa, kapanpun dan seperti apapun.

Diambil dari Buku MUHAMMAD Saw on Facebook
( http://www.facebook.com/Muhammadsaw )

Hamba itu termenung memikirkan apa yang telah ia lalui. Sesuatu yang sangat melelahkan. Sesuatu yang telah diniatkan dengan baik, diusahakan dengan sungguh-sungguh dengan segala daya upaya, tapi hasilnya tidak sesuai dengan keinginannya. Seolah-olah Allah menutup pintu itu ketika hamba-Nya itu berusaha untuk membukanya. Ia dengarkan suara hatinya. Ia ambil mushaf yang agung dan mulai membacanya. Tanpa sadar jemarinya menuju suatu surat yang sarat dengan makna.


“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas dimuka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS Asy Syuura [42]:27)

Ia kembali teringat akan suatu hadish yang dibacanya tadi malam sebelum tidur, suatu yang menjadi penguat dirinya menghadapi persoalan hidup.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw berkata, “Allah Azza wa Jalla berfirman dalam hadish qudsi, ‘Aku menurut sangkaan hamba-Ku dan Aku senantiasa bersamanya selama ia mengingat-Ku.’” Rasulullah melanjutkan, “Demi Allah, Allah SWT lebih senang menerima taubat hamba-Nya melebihi senangnya seseorang diantara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang ketika ia sibuk mencarinya kesana dan kemari, secara tiba-tiba unta itu muncul dihadapannya. Allah, Azza wa Jalla berfirman, ‘Siapa saja yang mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta, dan siapa saja yang mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari.’” (HR Mutafaqun Alaihi)

Maha Benarlah Allah. Dia menurut sangkaan hamba-Nya. Jika hamba-Nya berburuk sangka kepada-Nya, maka seperti itulah keadaannya. Tapi Allah Azza wa Jalla menegaskan di dalam Al Quran: “Allah tiada pernah menzalimi manusia sedikitpun” (QS Yunus [10]:44). Jika hamba-Nya itu berbaik sangka kepada-Nya dan berusaha dengan amal shaleh, maka Allah akan memberi suatu penghidupan yang baik kepadanya. Allah berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia) dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS An Nahl [16]:97)

“Kehidupan yang baik” pada ayat diatas bukanlah berarti kehidupan mewah yang luput dari ujian, tetapi ia adalah kehidupan yang menentramkan yang diliputi rasa lega, kerelaan, serta kesabaran dalam menerima ujian dan rasa syukur atas segala yang diperoleh. Sesuatu yang jauh dari rasa takut yang mencekam akan apa yang datang dihadapan atau kesedihan yang melampaui batas atas apa yang telah dilewati. Sesuatu yang tidak pernah menggoyahkan jiwa, kapanpun dan seperti apapun.

Diambil dari Buku MUHAMMAD Saw on Facebook
( http://www.facebook.com/Muhammadsaw )

Selengkapnya ....

Dibalik Kesulitan Ada Kemudahan

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabb engkau lah hendaknya kamu berharap.” (QS Al Insyirah [94]: 5-8)
Ada ungkapan yg mengatakan kegagalan adalah sukses yg tertunda. Ungkapan ini baik untuk menjaga semangat. Namun, Al Quran di dalam surat Al Insyirah (Alam Nasyrah) mengungkapkan rahasianya bahwa, beserta kesulitan selalu ada kemudahan. Jadi kesulitan dan kemudahan adalah 2 hal yang selalu paralel. Kalau meminjam istilah lain, mungkin bisa disebut rectoverso, gambar utuh yang terlihat beda jika dilihat dari 2 sisi yg berbeda. Jadi sebenarnya tidak perlu larut dalam kesedihan dengan kegagalan atau pengalaman pahit secara berlebihan jika memahami rahasia ini.

Kita juga perlu tahu rahasia berikutnya yg diungkap di ayat 7 surah ini, yaitu apabila selesai satu urusan lanjutkanlah dengan urusan/pekerjaan lain. Artinya harus terus rajin berkarya, senantiasa dinamis, jangan merasa mapan dan berada di ‘comfort zone’.

Rahasia sukses terakhir di ayat 8, dalam setiap usaha tersebut hanya kepada Rabb semesta alam kita berharap. Jadi, apapun hasilnya tidak perlu kecewa. Hasil adalah kehendak-Nya yg tidak dapat ditolak, sesuai dengan sifatnya Al Jabbar. Segala kesulitan dan pengalaman pahit tidak lain adalah tuntunan Allah agar kita mengalami dan memahami hakekat, untuk memperkaya dan menyehatkan jiwa kita, agar kecerdasan kita tidak sekedar kecerdasan otak kiri dan kanan, tapi kecerdasan otak yg utuh sehingga memahami siapa kita sebenarnya. Agar kita mampu men-switch mindset polar ke singular. Karena kemampuan ini wajib dimiliki manusia yg diberi tugas mengelola bumi dan isinya.

Mungkin ini juga merupakan salah satu aplikasi teori paralel universe di quantum physycs, bahwa kesulitan dan kemudahan berjalan paralel, tinggal lagi terserah kita sebagai makhluk yang memiliki ‘free will’ untuk memilih universe yang mana.

Kalau bicara change management, ayat-ayat ini sangat tepat dijadikan dasar mentransformasi keyakinan, kesadaran ataupun mindset. Sehingga kegagalan bukanlah sukses tertunda, tapi merupakan tahapan meraih sukses, dan sukses-sukses berikutnya sampai ajal menjemput.

Rasulullah mengajarkan sebuah doa, “Ya Allah jadikanlah hatiku ini ridha untuk menerima segala ketetapan-Mu dan berkahilah segala apa yang Engkau takdirkan untukku agar aku tidak ingin mempercepat apa yang Engkau lambatkan bagiku dan aku tidak ingin memperlambat apa yang Engkau cepatkan untukku.” (HR Ibnu Sunni)

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabb engkau lah hendaknya kamu berharap.” (QS Al Insyirah [94]: 5-8)

Ada ungkapan yg mengatakan kegagalan adalah sukses yg tertunda. Ungkapan ini baik untuk menjaga semangat. Namun, Al Quran di dalam surat Al Insyirah (Alam Nasyrah) mengungkapkan rahasianya bahwa, beserta kesulitan selalu ada kemudahan. Jadi kesulitan dan kemudahan adalah 2 hal yang selalu paralel. Kalau meminjam istilah lain, mungkin bisa disebut rectoverso, gambar utuh yang terlihat beda jika dilihat dari 2 sisi yg berbeda. Jadi sebenarnya tidak perlu larut dalam kesedihan dengan kegagalan atau pengalaman pahit secara berlebihan jika memahami rahasia ini.

Kita juga perlu tahu rahasia berikutnya yg diungkap di ayat 7 surah ini, yaitu apabila selesai satu urusan lanjutkanlah dengan urusan/pekerjaan lain. Artinya harus terus rajin berkarya, senantiasa dinamis, jangan merasa mapan dan berada di ‘comfort zone’.

Rahasia sukses terakhir di ayat 8, dalam setiap usaha tersebut hanya kepada Rabb semesta alam kita berharap. Jadi, apapun hasilnya tidak perlu kecewa. Hasil adalah kehendak-Nya yg tidak dapat ditolak, sesuai dengan sifatnya Al Jabbar. Segala kesulitan dan pengalaman pahit tidak lain adalah tuntunan Allah agar kita mengalami dan memahami hakekat, untuk memperkaya dan menyehatkan jiwa kita, agar kecerdasan kita tidak sekedar kecerdasan otak kiri dan kanan, tapi kecerdasan otak yg utuh sehingga memahami siapa kita sebenarnya. Agar kita mampu men-switch mindset polar ke singular. Karena kemampuan ini wajib dimiliki manusia yg diberi tugas mengelola bumi dan isinya.

Mungkin ini juga merupakan salah satu aplikasi teori paralel universe di quantum physycs, bahwa kesulitan dan kemudahan berjalan paralel, tinggal lagi terserah kita sebagai makhluk yang memiliki ‘free will’ untuk memilih universe yang mana.

Kalau bicara change management, ayat-ayat ini sangat tepat dijadikan dasar mentransformasi keyakinan, kesadaran ataupun mindset. Sehingga kegagalan bukanlah sukses tertunda, tapi merupakan tahapan meraih sukses, dan sukses-sukses berikutnya sampai ajal menjemput.

Rasulullah mengajarkan sebuah doa, “Ya Allah jadikanlah hatiku ini ridha untuk menerima segala ketetapan-Mu dan berkahilah segala apa yang Engkau takdirkan untukku agar aku tidak ingin mempercepat apa yang Engkau lambatkan bagiku dan aku tidak ingin memperlambat apa yang Engkau cepatkan untukku.” (HR Ibnu Sunni)

Selengkapnya ....

Gelas Kehidupan

"Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At Taubah [9]:105)

Dalam setiap perjalanan pulang melewati sebuah jalan yang sama pada waktu yang sama pula, terlihat oleh hamba itu seorang bapak tua yang sedang menarik gerobak sampah. Salah satu kakinya sedikit cacat yang mengakibatkan ia harus berjalan tertatih-tatih. Dengan wajah yang tegar, ia berjalan sambil sesekali menyeka peluh yang membasahi wajahnya. Sesekali waktu, hamba itu berhenti sekedar ingin memberikan sejumput sedeqah kepadanya. Ia tersenyum dan memuji Rabb-nya Yang Maha Agung sembari merapatkan tangannya untuk berdoa.

Ia mengungkapkan betapa bersyukurnya dirinya. Ia masih dapat bekerja sebagai pemulung dan menghidupi keluarganya. Tak ada kata-kata “Walaupun Tidak Cukup” yang keluar dari lisannya. Ia seolah amat menikmati pekerjaannya itu. Kakinya terkena polio sejak kecil dan dengan kondisi itu ia tetap melangkahkan kakinya di jalanan Jakarta yang kadang begitu ganas dan tanpa kompromi bagi seorang pemulung seperti dirinya. Sepeda motor, bus kota ataupun mobil orang-orang berpunya bisa saja menyambarnya sewaktu-waktu dan jika itu terjadi, harapan istri dan anak-anaknya untuk memperoleh nafkah darinya akan pudar seketika.

Kadang kita bertanya pada diri sendiri, sejauh apa kebahagian hidup itu dapat kita rasakan? Apakah ketika semua kebutuhan kita terpenuhi? Atau apakah saat semua keinginan kita sudah dapat diperoleh? Ataukah ketika kita dapat membahagiakan orang-orang yang kita sayangi? Terutama orang tua kita? Ataukah juga ketika kita dapat membantu orang lain disaat yang sempit ataupun lapang?

Setiap diri kita ingin selalu mengejar kebahagian hidup dengan versinya masing-masing. Ada yang merasa berhasil dan hidup sangat mapan untuk kemudian bosan dengan kehidupan itu sendiri. Ada yang terus mengejarnya tanpa pernah merasa berhasil bagai sebuah perlombaan lari yang tidak pernah mencapai garis akhir. Melelahkan dan akhirnya kehilangan kepercayaan diri. Tapi ada yang amat menarik, ketika seorang hamba merasa bahwa tempat hidupnya di dunia ini hanyalah sebuah proses seperti roda yang berputar. Kadang ada di bawah dan kadang ada di atas. Sebuah kehidupan yang sementara dan ia hanya dinilai dari apa yang telah perbuat bukan apa yang ia dapatkan. Niat selalu ia luruskan dan ikhtiar (proses) selalu ia sandarkan kepada Rabb-nya Yang Maha Agung. Ketika hasil yang ia peroleh melebihi apa yang ia angankan, ia bersyukur dan ketika hasil tidak sesuai dengan yang ia harapkan ia bersabar.

Seorang teman pernah bertanya, “Kenapa harus ada hisab kelak di akhirat? Bukankah Allah Maha Tahu apa yang telah kita lakukan?” Bukankah lebih baik bagi Allah untuk langsung memasukkan kita ke dalam surga atau neraka saja?” Hamba itu member informasi kepadanya dengan sebuah hadis Qudsi, “Janganlah engkau pernah bertanya apa yang Allah Perbuat” (HR Bukhari).

Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada yang bertanya, Hamba itu hanya memberi ilustrasi bahwa umur yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada kita adalah ibarat gelas. Amal sholeh adalah ibarat air putih dan murni yang kita isi ke dalamnya sedangkan perbuatan dosa ibarat kotoran yang dapat mengeruhkan air yang ada digelas itu. Kelak di hari ber-hisab, Allah Azza wa Jalla akan mempertontonkan kepada kita seberapa banyak gelas itu kita isi dengan air putih dan murni. Dan berapa banyak kotoran yang membuatnya menjadi keruh. Bagi sebagian orang bukanlah lagi keruh yang didapat tapi kepekatan yang menjadikan gelasnya hanya berisi lumpur dengan air yang telah mengering.

Seseorang yang selalu mengisi gelas kehidupannya dengan air yang murni akan mengikis dan mengeluarkan segala kotoran yang pernah ada dalam gelas tersebut. Alangkah indahnya ketika kelak di hari ber-hisab kita melihat gelas kehidupan kita terisi oleh air yang bersih yang telihat amat menyenangkan mata. Hamba itu kembali berpesan kepada temannya, “Percayalah, hidup ini adalah proses. Kita bukan dinilai dari apa yang kita dapatkan atau apa yang luput dari kita, tapi kita akan diminta pertanggungjawaban seperti apa kita melaluinya.”

Lebih dari tiga bulan sudah berlalu, hamba itu tidak pernah lagi melihat Bapak tua yang menarik gerobak sampah itu. Pada jalan yang sama dan pada waktu yang sama pula, wajahnya yang teduh tak pernah lagi terlihat. Kadang hamba itu harus memutar ke jalan yang sama dua sampai tiga kali. Tidak tahu kemana tempat mencari dan bertanya, akhirnya lantunan doa yang dapat dipanjatkan, “ Ya Rabb, Engkau telah mengajarkanku melalui seorang hamba-Mu yang amat sangat sederhana arti sebuah kehidupan. Kehidupan yang Engkau ridhai jika diisi dengan ketaqwaan dan amal shaleh yang selalu menyertai. Jika hamba Engkau itu masih ada di dunia ini, Ya Rabb, anugerahkan kepadanya selalu kehidupan yang menentramkan dan penuh kecukupan. Jika ia telah kembali kepada Mu, maka lapangkan kuburnya, dan hisab-lah ia dengan yang mudah kelak bagi seluruh amal sholehnya.”

Ketika doa itu selesai diucapkan dengan air mata yang masih menggenang, hamba itu kembali teringat akan pertemuannya dengan bapak tua itu lebih dari 3 bulan yang lalu dan bagaimana ia mendapatkan sebuah pelajaran akan sebuah ‘philosopi gelas’ dalam memahami arti sebuah kehidupan. Dan yang luar biasa adalah, ilmu itu bukanlah di dapat dari seorang professor dengan embel-embel gelar yang berderet mengiringi namanya, bukan pula dari seorang kiyai dengan ribuan pengikut dan kesholehan yang terpancar diwajahnya, tapi dari seorang pemulung sampah yang dengan hidayah Allah amat mengerti akan arti sebuah kehidupan dunia ini dan dijalaninya dengan baik.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku di akhirat nanti adalah orang yang akhlaknya paling baik. Dan orang yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di akhirat nanti adalah orang yang paling jelek akhlaknya.” Seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Tsa’balah ra bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling jelek akhlaknya itu?” Nabi menjawab, “Yaitu orang yang paling banyak omongnya dan dibuat-buat, orang yang berlagak pintar dan orang yang sombong dan angkuh” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani)

"Bekerjalah kamu, maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS At Taubah [9]:105)


Dalam setiap perjalanan pulang melewati sebuah jalan yang sama pada waktu yang sama pula, terlihat oleh hamba itu seorang bapak tua yang sedang menarik gerobak sampah. Salah satu kakinya sedikit cacat yang mengakibatkan ia harus berjalan tertatih-tatih. Dengan wajah yang tegar, ia berjalan sambil sesekali menyeka peluh yang membasahi wajahnya. Sesekali waktu, hamba itu berhenti sekedar ingin memberikan sejumput sedeqah kepadanya. Ia tersenyum dan memuji Rabb-nya Yang Maha Agung sembari merapatkan tangannya untuk berdoa.

Ia mengungkapkan betapa bersyukurnya dirinya. Ia masih dapat bekerja sebagai pemulung dan menghidupi keluarganya. Tak ada kata-kata “Walaupun Tidak Cukup” yang keluar dari lisannya. Ia seolah amat menikmati pekerjaannya itu. Kakinya terkena polio sejak kecil dan dengan kondisi itu ia tetap melangkahkan kakinya di jalanan Jakarta yang kadang begitu ganas dan tanpa kompromi bagi seorang pemulung seperti dirinya. Sepeda motor, bus kota ataupun mobil orang-orang berpunya bisa saja menyambarnya sewaktu-waktu dan jika itu terjadi, harapan istri dan anak-anaknya untuk memperoleh nafkah darinya akan pudar seketika.

Kadang kita bertanya pada diri sendiri, sejauh apa kebahagian hidup itu dapat kita rasakan? Apakah ketika semua kebutuhan kita terpenuhi? Atau apakah saat semua keinginan kita sudah dapat diperoleh? Ataukah ketika kita dapat membahagiakan orang-orang yang kita sayangi? Terutama orang tua kita? Ataukah juga ketika kita dapat membantu orang lain disaat yang sempit ataupun lapang?

Setiap diri kita ingin selalu mengejar kebahagian hidup dengan versinya masing-masing. Ada yang merasa berhasil dan hidup sangat mapan untuk kemudian bosan dengan kehidupan itu sendiri. Ada yang terus mengejarnya tanpa pernah merasa berhasil bagai sebuah perlombaan lari yang tidak pernah mencapai garis akhir. Melelahkan dan akhirnya kehilangan kepercayaan diri. Tapi ada yang amat menarik, ketika seorang hamba merasa bahwa tempat hidupnya di dunia ini hanyalah sebuah proses seperti roda yang berputar. Kadang ada di bawah dan kadang ada di atas. Sebuah kehidupan yang sementara dan ia hanya dinilai dari apa yang telah perbuat bukan apa yang ia dapatkan. Niat selalu ia luruskan dan ikhtiar (proses) selalu ia sandarkan kepada Rabb-nya Yang Maha Agung. Ketika hasil yang ia peroleh melebihi apa yang ia angankan, ia bersyukur dan ketika hasil tidak sesuai dengan yang ia harapkan ia bersabar.

Seorang teman pernah bertanya, “Kenapa harus ada hisab kelak di akhirat? Bukankah Allah Maha Tahu apa yang telah kita lakukan?” Bukankah lebih baik bagi Allah untuk langsung memasukkan kita ke dalam surga atau neraka saja?” Hamba itu member informasi kepadanya dengan sebuah hadis Qudsi, “Janganlah engkau pernah bertanya apa yang Allah Perbuat” (HR Bukhari).

Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada yang bertanya, Hamba itu hanya memberi ilustrasi bahwa umur yang Allah Azza wa Jalla berikan kepada kita adalah ibarat gelas. Amal sholeh adalah ibarat air putih dan murni yang kita isi ke dalamnya sedangkan perbuatan dosa ibarat kotoran yang dapat mengeruhkan air yang ada digelas itu. Kelak di hari ber-hisab, Allah Azza wa Jalla akan mempertontonkan kepada kita seberapa banyak gelas itu kita isi dengan air putih dan murni. Dan berapa banyak kotoran yang membuatnya menjadi keruh. Bagi sebagian orang bukanlah lagi keruh yang didapat tapi kepekatan yang menjadikan gelasnya hanya berisi lumpur dengan air yang telah mengering.

Seseorang yang selalu mengisi gelas kehidupannya dengan air yang murni akan mengikis dan mengeluarkan segala kotoran yang pernah ada dalam gelas tersebut. Alangkah indahnya ketika kelak di hari ber-hisab kita melihat gelas kehidupan kita terisi oleh air yang bersih yang telihat amat menyenangkan mata. Hamba itu kembali berpesan kepada temannya, “Percayalah, hidup ini adalah proses. Kita bukan dinilai dari apa yang kita dapatkan atau apa yang luput dari kita, tapi kita akan diminta pertanggungjawaban seperti apa kita melaluinya.”

Lebih dari tiga bulan sudah berlalu, hamba itu tidak pernah lagi melihat Bapak tua yang menarik gerobak sampah itu. Pada jalan yang sama dan pada waktu yang sama pula, wajahnya yang teduh tak pernah lagi terlihat. Kadang hamba itu harus memutar ke jalan yang sama dua sampai tiga kali. Tidak tahu kemana tempat mencari dan bertanya, akhirnya lantunan doa yang dapat dipanjatkan, “ Ya Rabb, Engkau telah mengajarkanku melalui seorang hamba-Mu yang amat sangat sederhana arti sebuah kehidupan. Kehidupan yang Engkau ridhai jika diisi dengan ketaqwaan dan amal shaleh yang selalu menyertai. Jika hamba Engkau itu masih ada di dunia ini, Ya Rabb, anugerahkan kepadanya selalu kehidupan yang menentramkan dan penuh kecukupan. Jika ia telah kembali kepada Mu, maka lapangkan kuburnya, dan hisab-lah ia dengan yang mudah kelak bagi seluruh amal sholehnya.”

Ketika doa itu selesai diucapkan dengan air mata yang masih menggenang, hamba itu kembali teringat akan pertemuannya dengan bapak tua itu lebih dari 3 bulan yang lalu dan bagaimana ia mendapatkan sebuah pelajaran akan sebuah ‘philosopi gelas’ dalam memahami arti sebuah kehidupan. Dan yang luar biasa adalah, ilmu itu bukanlah di dapat dari seorang professor dengan embel-embel gelar yang berderet mengiringi namanya, bukan pula dari seorang kiyai dengan ribuan pengikut dan kesholehan yang terpancar diwajahnya, tapi dari seorang pemulung sampah yang dengan hidayah Allah amat mengerti akan arti sebuah kehidupan dunia ini dan dijalaninya dengan baik.

Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku di akhirat nanti adalah orang yang akhlaknya paling baik. Dan orang yang paling aku benci dan yang paling jauh dariku di akhirat nanti adalah orang yang paling jelek akhlaknya.” Seorang sahabat Nabi yang bernama Abu Tsa’balah ra bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang paling jelek akhlaknya itu?” Nabi menjawab, “Yaitu orang yang paling banyak omongnya dan dibuat-buat, orang yang berlagak pintar dan orang yang sombong dan angkuh” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani)

Selengkapnya ....

Ya Allah...

Apapun Ibadah Kami Jadikan itu sebagai tanda syukur dan tanda bakti kami kepada-Mu

Recent Comments

Promo/Iklan

 
Copyright © 2010 An-Nafsy' | Design : Noyod.Com Sponsored by NewBloggerTemplates