Senin, 16 Juni 2008

Gank Nero

Beberapa hari terakhir ini, masyarakat kembali digemparkan oleh aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok remaja putri yang menamakan dirinya sebagai "Gank Nero".



Belum lagi kering ingatan kita akan kebrutalan yang dilakukan oleh Gank Motor setahun yang lalu di Kota Kembang dan sekitarnya. Seluruh stasiun TV di tanah air menayangkan dengan gamblang aksi kekerasan yang mereka lakukan.


Inilah salah satu sisi negatif dari siaran TV yang secara vulgar menayangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok, gang maupun segelintir oknum. Baik itu di institusi kampus seperti IPDN, STIP maupun di masyarakat umum.


Gang Nero yang anggotanya kumpulan dari beberapa remaja putri (menurut pengakuan ada 9 orang remaja putri yang masih duduk di bangku SMU di wilayah PATI, Jawa Tengah) mereka begitu 'brutal' melakukan kekerasan kepada sesama remaja putri yang mereka anggap 'neko-neko'.


Kurangnya pendidikan agama, mengakibatkan sikap mereka tidak terkendali. Ditambah lagi dengan tayangan-tayangan kekerasan yang ditampilkan melalui media TV.

Beberapa tahun silam, ketika masih duduk di bangku SMK, aku juga pernah menjadi ketua sebuah geng, namanya "Reaktor" ("Remaja Akuntansi satu ogah rugi") dan salah satu geng pesaing utamanya adalah geng "Akiro" ("Remaja Akuntansi Loro").


Namun kegiatan yang kami lakukan masih dalam lingkup yang positif. Kami saling berlomba di sekolah terutama lewat media bulletin maupun majalah dinding di sekolah. Masing-masing geng saling berpacu memamerkan hasil karyanya, baik itu berupa puisi, cerpen maupun hasil karya lainnya. Di dalam kelaspun kami saling berlomba agar seluruh anggota geng dapat berprestasi dalam belajarnya.


Miris memang kalau melihat kondisi yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak terjadi tawuran antar mahasiswa, tawuran antar anggota masyarakat dan sebagainya.


"Ya Allah, curahkanlah kedamaian dalam hati kami. Ampunilah dosa-dosa yang telah kami perbuat, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Lunakkan lidah kami, bersihkan noda-noda di hati kami"


Beberapa hari terakhir ini, masyarakat kembali digemparkan oleh aksi kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok remaja putri yang menamakan dirinya sebagai "Gank Nero".



Belum lagi kering ingatan kita akan kebrutalan yang dilakukan oleh Gank Motor setahun yang lalu di Kota Kembang dan sekitarnya. Seluruh stasiun TV di tanah air menayangkan dengan gamblang aksi kekerasan yang mereka lakukan.


Inilah salah satu sisi negatif dari siaran TV yang secara vulgar menayangkan aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok, gang maupun segelintir oknum. Baik itu di institusi kampus seperti IPDN, STIP maupun di masyarakat umum.


Gang Nero yang anggotanya kumpulan dari beberapa remaja putri (menurut pengakuan ada 9 orang remaja putri yang masih duduk di bangku SMU di wilayah PATI, Jawa Tengah) mereka begitu 'brutal' melakukan kekerasan kepada sesama remaja putri yang mereka anggap 'neko-neko'.


Kurangnya pendidikan agama, mengakibatkan sikap mereka tidak terkendali. Ditambah lagi dengan tayangan-tayangan kekerasan yang ditampilkan melalui media TV.

Beberapa tahun silam, ketika masih duduk di bangku SMK, aku juga pernah menjadi ketua sebuah geng, namanya "Reaktor" ("Remaja Akuntansi satu ogah rugi") dan salah satu geng pesaing utamanya adalah geng "Akiro" ("Remaja Akuntansi Loro").


Namun kegiatan yang kami lakukan masih dalam lingkup yang positif. Kami saling berlomba di sekolah terutama lewat media bulletin maupun majalah dinding di sekolah. Masing-masing geng saling berpacu memamerkan hasil karyanya, baik itu berupa puisi, cerpen maupun hasil karya lainnya. Di dalam kelaspun kami saling berlomba agar seluruh anggota geng dapat berprestasi dalam belajarnya.


Miris memang kalau melihat kondisi yang terjadi akhir-akhir ini. Banyak terjadi tawuran antar mahasiswa, tawuran antar anggota masyarakat dan sebagainya.


"Ya Allah, curahkanlah kedamaian dalam hati kami. Ampunilah dosa-dosa yang telah kami perbuat, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Lunakkan lidah kami, bersihkan noda-noda di hati kami"


Selengkapnya ....

Minggu, 15 Juni 2008

Dalam Kenangan2

Cuaca sore itu sangat cerah. Awan biru berarak ke arah barat. Diikuti oleh sang Matahari yang bersiap untuk memejamkan matanya setelah seharian penuh bertugas.



3 Februari 2005
Cuaca sore itu sangat cerah. Awan biru berarak ke arah barat. Diikuti oleh sang Matahari yang bersiap untuk memejamkan matanya setelah seharian penuh bertugas. Sore itu keponakanku bersama Bibiku datang ke Jakarta ‘tuk menjemputku. Mereka bilang bahwa mereka datang ke Jakarta atas permintaan Ibuku yang untuk terakhir kalinya ingin menatap wajahku. Mereka berharap agar malam ini juga aku segera pulang ke Cirebon. Namun dengan begitu angkuhnya aku bilang kepada mereka bahwa aku belum bisa pulang karena sulit untuk meminta ijin pulang dari kantorku. Aku baru dua bulan bekerja di sebuah Bank Asing, sehingga sulit bagiku untuk meminta ijin.
Malam mulai turun. Langit malam itu begitu cerah. Rembulan menampakkan wajahnya yang sangat cantik, diikuti oleh sepasukan bintang yang setia menemaninya. Seperti malam-malam biasanya, aku tertidur dan tak ada firasat apa-apa tentang ibuku tercinta.

4 Februari 2005
Pagi itu Pukul 05.00 WIB, saudaraku dari Kampung menelepon tetanggaku, Ia bilang bahwa kondisi ibuku sudah semakin parah. Untuk kesekian kalinya mereka memohon agar aku segera pulang saat itu juga. Jiwaku bimbang. Aku ingin segera pulang, namun karena kondisiku sebagai karyawan kontrak yang baru kerja, sulit untuk meminta ijin tidak masuk kerja.
Untuk kesekian kalinya tetanggaku datang sambil membawa telepon. Namun ketika ku angkat, telepon tersebut sudah terputus. Pukul 06.00 WIB, saudaraku bilang bahwa kita hanya bisa berdoa saja, karena kondisi ibuku sudah sekarat. Malaikat sakaratul maut telah menunggunya. Di tempat pembaringan yang lusu dan kumal, kakak sulungku dengan setia memasukkan bubur suap demi suap ke mulut ibuku. Dengan mata sedikit terpejam, dan suara yang begitu lirih ibuku untuk kesekian kalinya menanyakan tentang diriku “Kapan Ruslan pulang?, katanya mau pulang?” Dengan berurai air mata kakak sulungku meyakinkan bahwa aku sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Cirebon.
Namun dengan penuh kepasrahan pada Sang Pencipta dan malaikat maut yang telah menunggunya, dengan suara yang sangat pelan, ibuku memohon kepada kakak sulungku dan berkata “Saya sudah tak kuat lagi, tolong aku titip Ruslan. Jaga dia”. Setelah puas menitipkan pesannya kepada kakak sulungku, Ibu langsung dijemput oleh sang malaikat. Kakakku langsung menelepon aku bahwa ibuku telah pergi.
Aku yang saat itu lagi di kamar mandi mendadak pandanganku gelap, lidahku geluh (tak dapat berkata-kata). Aku ga’ tahu harus ngomong apa. Setelah beberapa saat aku sadar, aku langsung menelepon Supervisor ku, dan aku bilang bahwa hari ini aku tak masuk kerja karena ibuku di kampung wafat.
Pukul 07.00 aku langsung menuju stasiun gambir untuk segera pulang ke kampung. Suara deru mesin kereta api yang diiringi dengan hiruk pikuk pedagang asongan yang dengan muka penuh semangat berharap dapat mengais rejeki sebanyak-banyaknya di pagi yang cerah ini. Namun pagi yang cerah ini musnah hilang lenyap di hatiku yang lagi bermuram durja dan diliputi kesedihan yang mendalam. Kami (aku dan kakakku yang ketiga, serta keponakanku) berharap dapat melihat wajah ibu tercinta untuk yang terakhir kalinya. Aku berangan-angan dapat mencium wajahnya, dan bersimpuh di kakinya untuk terakhir kalinya. Namun Allah berkehendak lain. Sesampainya aku di ‘pondokanku’, aku hanya mendapatkan bangku yang kosong, rumah yang sedikit semrawut. Suasana sepi. Tak ada tetangga yang berkumpul. Hatiku semakin galau, harapankupun musnah. Dari dalam rumah kakak-kakakku, bibi, paman, dan keponakan2ku berhamburan, berlarian menyambut tubuhku yang lunglai. Sambil berlinang air mata, dan dengan suara yang parau, mereka menjelaskan bahwa ibuku telah dikubur.
Mendengar ucapan mereka, hatiku tambah kacau. Di satu sisi aku merasa bersyukur karena semua urusan pemakaman telah selesai walau tanpa kehadiran anak laki-laki dalam keluarga. Namun disisi lain hati semakin teriris. Tak bisakah aku si bungsu yang ‘durhaka’ ini menatap wajah tua ibuku?
Setengah berlari aku langsung menuju ke pemakaman ibuku. Kutatap tumpukan tanah merah di pemakaman yang masih baru. Batin ku berkata “mungkin ini kuburan almarhumah ibuku.” Dengan suara yang berat, dan diiringi oleh buliran air mata dan peluh di seputar dahi dan wajah, kuucapkan salam kepada almarhumah ibuku”. Kulihat keponakan2 dan kakakku datang untuk menjaga diriku. Mungkin mereka khawatir aku jatuh pingsan di kuburan. Dengan tenaga yang tersisa, kubaca Surat Yasin, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nash dan tahlil yang kuhadiahkan kepada Almarhumah. Aku hanya memohon dengan bacaan ini aku dapat memohon maaf pada mendiang ibuku.

Cuaca sore itu sangat cerah. Awan biru berarak ke arah barat. Diikuti oleh sang Matahari yang bersiap untuk memejamkan matanya setelah seharian penuh bertugas.



3 Februari 2005
Cuaca sore itu sangat cerah. Awan biru berarak ke arah barat. Diikuti oleh sang Matahari yang bersiap untuk memejamkan matanya setelah seharian penuh bertugas. Sore itu keponakanku bersama Bibiku datang ke Jakarta ‘tuk menjemputku. Mereka bilang bahwa mereka datang ke Jakarta atas permintaan Ibuku yang untuk terakhir kalinya ingin menatap wajahku. Mereka berharap agar malam ini juga aku segera pulang ke Cirebon. Namun dengan begitu angkuhnya aku bilang kepada mereka bahwa aku belum bisa pulang karena sulit untuk meminta ijin pulang dari kantorku. Aku baru dua bulan bekerja di sebuah Bank Asing, sehingga sulit bagiku untuk meminta ijin.
Malam mulai turun. Langit malam itu begitu cerah. Rembulan menampakkan wajahnya yang sangat cantik, diikuti oleh sepasukan bintang yang setia menemaninya. Seperti malam-malam biasanya, aku tertidur dan tak ada firasat apa-apa tentang ibuku tercinta.

4 Februari 2005
Pagi itu Pukul 05.00 WIB, saudaraku dari Kampung menelepon tetanggaku, Ia bilang bahwa kondisi ibuku sudah semakin parah. Untuk kesekian kalinya mereka memohon agar aku segera pulang saat itu juga. Jiwaku bimbang. Aku ingin segera pulang, namun karena kondisiku sebagai karyawan kontrak yang baru kerja, sulit untuk meminta ijin tidak masuk kerja.
Untuk kesekian kalinya tetanggaku datang sambil membawa telepon. Namun ketika ku angkat, telepon tersebut sudah terputus. Pukul 06.00 WIB, saudaraku bilang bahwa kita hanya bisa berdoa saja, karena kondisi ibuku sudah sekarat. Malaikat sakaratul maut telah menunggunya. Di tempat pembaringan yang lusu dan kumal, kakak sulungku dengan setia memasukkan bubur suap demi suap ke mulut ibuku. Dengan mata sedikit terpejam, dan suara yang begitu lirih ibuku untuk kesekian kalinya menanyakan tentang diriku “Kapan Ruslan pulang?, katanya mau pulang?” Dengan berurai air mata kakak sulungku meyakinkan bahwa aku sedang dalam perjalanan dari Jakarta ke Cirebon.
Namun dengan penuh kepasrahan pada Sang Pencipta dan malaikat maut yang telah menunggunya, dengan suara yang sangat pelan, ibuku memohon kepada kakak sulungku dan berkata “Saya sudah tak kuat lagi, tolong aku titip Ruslan. Jaga dia”. Setelah puas menitipkan pesannya kepada kakak sulungku, Ibu langsung dijemput oleh sang malaikat. Kakakku langsung menelepon aku bahwa ibuku telah pergi.
Aku yang saat itu lagi di kamar mandi mendadak pandanganku gelap, lidahku geluh (tak dapat berkata-kata). Aku ga’ tahu harus ngomong apa. Setelah beberapa saat aku sadar, aku langsung menelepon Supervisor ku, dan aku bilang bahwa hari ini aku tak masuk kerja karena ibuku di kampung wafat.
Pukul 07.00 aku langsung menuju stasiun gambir untuk segera pulang ke kampung. Suara deru mesin kereta api yang diiringi dengan hiruk pikuk pedagang asongan yang dengan muka penuh semangat berharap dapat mengais rejeki sebanyak-banyaknya di pagi yang cerah ini. Namun pagi yang cerah ini musnah hilang lenyap di hatiku yang lagi bermuram durja dan diliputi kesedihan yang mendalam. Kami (aku dan kakakku yang ketiga, serta keponakanku) berharap dapat melihat wajah ibu tercinta untuk yang terakhir kalinya. Aku berangan-angan dapat mencium wajahnya, dan bersimpuh di kakinya untuk terakhir kalinya. Namun Allah berkehendak lain. Sesampainya aku di ‘pondokanku’, aku hanya mendapatkan bangku yang kosong, rumah yang sedikit semrawut. Suasana sepi. Tak ada tetangga yang berkumpul. Hatiku semakin galau, harapankupun musnah. Dari dalam rumah kakak-kakakku, bibi, paman, dan keponakan2ku berhamburan, berlarian menyambut tubuhku yang lunglai. Sambil berlinang air mata, dan dengan suara yang parau, mereka menjelaskan bahwa ibuku telah dikubur.
Mendengar ucapan mereka, hatiku tambah kacau. Di satu sisi aku merasa bersyukur karena semua urusan pemakaman telah selesai walau tanpa kehadiran anak laki-laki dalam keluarga. Namun disisi lain hati semakin teriris. Tak bisakah aku si bungsu yang ‘durhaka’ ini menatap wajah tua ibuku?
Setengah berlari aku langsung menuju ke pemakaman ibuku. Kutatap tumpukan tanah merah di pemakaman yang masih baru. Batin ku berkata “mungkin ini kuburan almarhumah ibuku.” Dengan suara yang berat, dan diiringi oleh buliran air mata dan peluh di seputar dahi dan wajah, kuucapkan salam kepada almarhumah ibuku”. Kulihat keponakan2 dan kakakku datang untuk menjaga diriku. Mungkin mereka khawatir aku jatuh pingsan di kuburan. Dengan tenaga yang tersisa, kubaca Surat Yasin, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nash dan tahlil yang kuhadiahkan kepada Almarhumah. Aku hanya memohon dengan bacaan ini aku dapat memohon maaf pada mendiang ibuku.

Selengkapnya ....

Dalam Kenangan1

Aku masih ingat betul ……..
Waktu itu di Sekolah ada kegiatan. Malam ini (19 November 1994) akan diadakan serah terima jabatan Dewan Ambalan (Pramuka –red).



13 November 1994
Aku masih ingat betul ……..
Waktu itu di Sekolah ada kegiatan. Malam ini (19 November 1994) akan diadakan serah terima jabatan Dewan Ambalan (Pramuka –red).
Saat itu aku dipercaya untuk mengurusi masalah Perlengkapan (Seksi Perlengkapan dalam kegiatan tersebut). Setelah pulang sekolah, aku bersama sahabatku (Sdr. Sukendra) membuat spanduk, lalu memasangnya. Kami berdua kemudian membuat dekorasi ruangan yang akan digunakan. Setelah semuanya selesai aku pamit pulang untuk ganti pakaian.
Di tengah perjalanan menuju rumah, aku bertemu dengan tetanggaku. Sambil setengah teriak ia memberi tahu bahwa ayahku kecelakaan. Ia terjatuh dari pohon. Lemas badanku seolah seluruh sendi yang ada keropos, seluruh aliran darahku berhenti berdenyut. Tubuhku hampir roboh. Namun dengan kekuatan yang tersisa ku coba bertahan. Ku terus berjalan. DI belakang rumah kulihat Ibuku sedang menumbuk “beras kencur”, sambil menangis. Ketika kutanya matanya yang lembab bertambah lembab. Butiran air mata yang suci terus membanjiri wajahnya yang mulai keriput. Ia tak kuasa untuk menjawab pertanyaanku. Batinku teriris melihat keadaan ibuku. Aku berlari mencari ayahku. Di atas ranjang kulihat sosok ayahku. Terbujur kaku, tak bergerak. Di sebelah ayahku kulihat kedua kakak perempuanku yang terus menangis tersendu-sendu. Ketika melihat diriku, dia memelukku sambil terus menangis.
Kucoba untuk menahan air mata agar jangan sampai jatuh. Namun batinku telah menangis. Dengan perlahan kulepaskan pelukan kakakku. Kupandangi sosok kaku ayahku. Aku gigit jemariku. Aku berharap ini cuman mimpin. Namun jariku sakit. Ini nyata!!!!! Bukan mimpi. Ayahku kena musibah.


20 November 1994
Ayahku dibawah ke rumah sakit. Aku masih ingat, aku baru saja terlelap (24.00 WIB) Ayahku bangun, ia menyuruhku setengah berteriak, tak perduli sekelilingnya. “Rus, tolong ambilkan kaki saya, kaki saya ketinggalan di kebun!” Padahal kakinya masih menempel dibadannya. Berkali-kali ayahku ngotot bilang bahwa kakinya ketinggalan di TKP. Kucoba untuk menerangkan pada ayahku. Namun tak berhasil, hanya sia-sia belaka. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Akhirnya tangisku tak dapat kubendung. Kulihat ibu dan kedua kakak perempuanku menangis tersendu-sendu.
Dengan deraian air mata, kuambil kitab suci, lalu kubaca. Berkat mukjizat dari kitabullah tersebut akhirnya Ayahku tertidur lagi. Syukurlah pikirku. Besoknya dengan kesepakatan keluarga ayaku dibawa ke Rumah Sakit Umum Gunung Jati, Cirebon.

22 November 1994 Pukul 20.00 WIB
Sambil berlari-lari kecil, kuhampiri rumah Allah disekitar Rumah Sakit. Setelah kutunaikan sholat 2 rokaat, lalu kutengadahkan kedua tanganku seraya berdoa “Duh Gusti Allah, kuserahkan semua persoalan ini padaMu. Jika Engkau memberikan umur panjang aku mohon sembuhkan ayahku segera. Jangan siksa ayahku. Cukup sudah penderitaannya. Namun bila Engkau ya Allah ingin mencabut nyawanya….. kupasrahkan padaMu. Mungkin ini sudah takdirmu”. Sambil terus berkomat-kamit mulutnya berdzikir, tak terasa butiran air mata meluncur dengan derasnya membasahi seluruh permukaan wajahku.

Pukul 22.00 WIB
Setelah kupanjatkan doa aku mulai digelayuti rasa kantuk yang luar biasa.. Dengan pikiran yang mulai tenang aku tertidur sambil tak hentinya kupasrahkan semua ini padaNya.


Pukul 24.00 WIB
Tibu-tiba pamanku membangunkan diriku. Aku terhenyak kaget. Sambil melompat aku lihat ayahku. Kutatapi tubuh ayahku. Tim medis terus berusaha memberikan napas buatan dan melakukan penepakan pada perut ayahku. Dengan tatapan kosong, kudekati tubuh ayahku yang terguncang hebat. Beberapa lama aku tak sadar apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba temanku bilang, “Baca Al-Qur’an”. Aku berlari ke belakang tuk ambil air wudhu. Kubaca surat Yasan, sambil terisak-isak.
Tiba-tiba kulihat kepala dokter itu menggeleng-geleng.
“AYAHKU W A F A T. INNA LILLAHI WA INNA LILLAHI ROJI’UN”

Kini sepeninggal ayahku, hari-hariku kelabu. Langit terus mendung. Mentari serasa enggan beranjak dari tempatnya. Cita-citaku kandas. Semua harapankupun menggantung di langit biru.
Dengan kekuatan yang tersisa, kucoba menghadapi hidup ini. Rasa bersalah menyelimuti hidupku. Seluruh saudaraku bilang, kematian ayahku karena kecerobohan diriku. mereka terus menyalahkan diriku.
Kini kutatap hari esok dengan penuh pesimistis.
Mungkinkah?????????
Hari ini semangat belajarku hilang. Jiwaku kosong. Pikiranku terus dibayangi kata-kata saudaraku, bahwa kematian ayahku karena kecerobohan dan keteledoran diriku yang tak disiplin. Kalau saja wakti itu aku pulang tepat waktunya, tak mungkin ayaku terkena musibah. Begitulah mereka berkata.
Ada niatan di hati ini untuk keluar dari SMEA. Namun pamanku melarangnya. Untunglah, waktu itu teman dekatku di Pramuka memberiku support. Ia terus memompa diriku untuk terus bersemangat dalam belajar. sampai-sampai semua tindak-tandukku ia perhatiin. Ia berhasil. Aku sedikit kembali menemukan diriku.

Aku masih ingat betul ……..
Waktu itu di Sekolah ada kegiatan. Malam ini (19 November 1994) akan diadakan serah terima jabatan Dewan Ambalan (Pramuka –red).



13 November 1994
Aku masih ingat betul ……..
Waktu itu di Sekolah ada kegiatan. Malam ini (19 November 1994) akan diadakan serah terima jabatan Dewan Ambalan (Pramuka –red).
Saat itu aku dipercaya untuk mengurusi masalah Perlengkapan (Seksi Perlengkapan dalam kegiatan tersebut). Setelah pulang sekolah, aku bersama sahabatku (Sdr. Sukendra) membuat spanduk, lalu memasangnya. Kami berdua kemudian membuat dekorasi ruangan yang akan digunakan. Setelah semuanya selesai aku pamit pulang untuk ganti pakaian.
Di tengah perjalanan menuju rumah, aku bertemu dengan tetanggaku. Sambil setengah teriak ia memberi tahu bahwa ayahku kecelakaan. Ia terjatuh dari pohon. Lemas badanku seolah seluruh sendi yang ada keropos, seluruh aliran darahku berhenti berdenyut. Tubuhku hampir roboh. Namun dengan kekuatan yang tersisa ku coba bertahan. Ku terus berjalan. DI belakang rumah kulihat Ibuku sedang menumbuk “beras kencur”, sambil menangis. Ketika kutanya matanya yang lembab bertambah lembab. Butiran air mata yang suci terus membanjiri wajahnya yang mulai keriput. Ia tak kuasa untuk menjawab pertanyaanku. Batinku teriris melihat keadaan ibuku. Aku berlari mencari ayahku. Di atas ranjang kulihat sosok ayahku. Terbujur kaku, tak bergerak. Di sebelah ayahku kulihat kedua kakak perempuanku yang terus menangis tersendu-sendu. Ketika melihat diriku, dia memelukku sambil terus menangis.
Kucoba untuk menahan air mata agar jangan sampai jatuh. Namun batinku telah menangis. Dengan perlahan kulepaskan pelukan kakakku. Kupandangi sosok kaku ayahku. Aku gigit jemariku. Aku berharap ini cuman mimpin. Namun jariku sakit. Ini nyata!!!!! Bukan mimpi. Ayahku kena musibah.


20 November 1994
Ayahku dibawah ke rumah sakit. Aku masih ingat, aku baru saja terlelap (24.00 WIB) Ayahku bangun, ia menyuruhku setengah berteriak, tak perduli sekelilingnya. “Rus, tolong ambilkan kaki saya, kaki saya ketinggalan di kebun!” Padahal kakinya masih menempel dibadannya. Berkali-kali ayahku ngotot bilang bahwa kakinya ketinggalan di TKP. Kucoba untuk menerangkan pada ayahku. Namun tak berhasil, hanya sia-sia belaka. Tangisnya semakin menjadi-jadi. Akhirnya tangisku tak dapat kubendung. Kulihat ibu dan kedua kakak perempuanku menangis tersendu-sendu.
Dengan deraian air mata, kuambil kitab suci, lalu kubaca. Berkat mukjizat dari kitabullah tersebut akhirnya Ayahku tertidur lagi. Syukurlah pikirku. Besoknya dengan kesepakatan keluarga ayaku dibawa ke Rumah Sakit Umum Gunung Jati, Cirebon.

22 November 1994 Pukul 20.00 WIB
Sambil berlari-lari kecil, kuhampiri rumah Allah disekitar Rumah Sakit. Setelah kutunaikan sholat 2 rokaat, lalu kutengadahkan kedua tanganku seraya berdoa “Duh Gusti Allah, kuserahkan semua persoalan ini padaMu. Jika Engkau memberikan umur panjang aku mohon sembuhkan ayahku segera. Jangan siksa ayahku. Cukup sudah penderitaannya. Namun bila Engkau ya Allah ingin mencabut nyawanya….. kupasrahkan padaMu. Mungkin ini sudah takdirmu”. Sambil terus berkomat-kamit mulutnya berdzikir, tak terasa butiran air mata meluncur dengan derasnya membasahi seluruh permukaan wajahku.

Pukul 22.00 WIB
Setelah kupanjatkan doa aku mulai digelayuti rasa kantuk yang luar biasa.. Dengan pikiran yang mulai tenang aku tertidur sambil tak hentinya kupasrahkan semua ini padaNya.


Pukul 24.00 WIB
Tibu-tiba pamanku membangunkan diriku. Aku terhenyak kaget. Sambil melompat aku lihat ayahku. Kutatapi tubuh ayahku. Tim medis terus berusaha memberikan napas buatan dan melakukan penepakan pada perut ayahku. Dengan tatapan kosong, kudekati tubuh ayahku yang terguncang hebat. Beberapa lama aku tak sadar apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba temanku bilang, “Baca Al-Qur’an”. Aku berlari ke belakang tuk ambil air wudhu. Kubaca surat Yasan, sambil terisak-isak.
Tiba-tiba kulihat kepala dokter itu menggeleng-geleng.
“AYAHKU W A F A T. INNA LILLAHI WA INNA LILLAHI ROJI’UN”

Kini sepeninggal ayahku, hari-hariku kelabu. Langit terus mendung. Mentari serasa enggan beranjak dari tempatnya. Cita-citaku kandas. Semua harapankupun menggantung di langit biru.
Dengan kekuatan yang tersisa, kucoba menghadapi hidup ini. Rasa bersalah menyelimuti hidupku. Seluruh saudaraku bilang, kematian ayahku karena kecerobohan diriku. mereka terus menyalahkan diriku.
Kini kutatap hari esok dengan penuh pesimistis.
Mungkinkah?????????
Hari ini semangat belajarku hilang. Jiwaku kosong. Pikiranku terus dibayangi kata-kata saudaraku, bahwa kematian ayahku karena kecerobohan dan keteledoran diriku yang tak disiplin. Kalau saja wakti itu aku pulang tepat waktunya, tak mungkin ayaku terkena musibah. Begitulah mereka berkata.
Ada niatan di hati ini untuk keluar dari SMEA. Namun pamanku melarangnya. Untunglah, waktu itu teman dekatku di Pramuka memberiku support. Ia terus memompa diriku untuk terus bersemangat dalam belajar. sampai-sampai semua tindak-tandukku ia perhatiin. Ia berhasil. Aku sedikit kembali menemukan diriku.

Selengkapnya ....

Seuntai Doa

Ya Allah, wahai Rabb yang memegang jiwa-jiwa kami
Sucikan jiwa dan raga kami, Engkaulah sebaik-baik pencuci jiwa
Berikan kenikmatan iman dalam dada kami
Suburkan rasa takwa di jiwa kami<\p>

Ya Allah, Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati
Berikan kami kekuatan untuk melawan nafsu kami
Lidah kami begitu tajam dalam umpatan
Lunakkan lisan kami, hiasi selalu lisan kami dengan zikir kepadaMu



Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami
Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri



Ya ALLAH, wahai Rabb yang memudahkan segala yang sukar
Wahai Rabb yang menyambung segala yang patah
Wahai Rabb yang menemani semua yang tersendiri
Wahai Rabb pengaman segala yang takut
Wahai Rabb penguat segala yang lemah
Mudah bagiMu memudahkan segala yang susah
Wahai Rabb yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya
Peliharalah kami dan keluarga kami dari Siksa Api nerakamu



Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati, ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan kekayaan
Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami da'i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran
Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda'wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa


Ya Allah, wahai Rabb yang memegang jiwa-jiwa kami
Sucikan jiwa dan raga kami, Engkaulah sebaik-baik pencuci jiwa
Berikan kenikmatan iman dalam dada kami
Suburkan rasa takwa di jiwa kami<\p>


Ya Allah, Wahai Rabb yang membolak-balikkan hati
Berikan kami kekuatan untuk melawan nafsu kami
Lidah kami begitu tajam dalam umpatan
Lunakkan lisan kami, hiasi selalu lisan kami dengan zikir kepadaMu



Ya ALLAH, jangan kiranya Engkau cegahkan kami dari kebaikan yang ada pada-Mu karena kejahatan pada diri kami
Ya ALLAH, ampunan-Mu lebih luas dari dosa-dosa kami
Dan rahmah kasih sayang-Mu lebih kami harapkan daripada amal usaha kami sendiri



Ya ALLAH, wahai Rabb yang memudahkan segala yang sukar
Wahai Rabb yang menyambung segala yang patah
Wahai Rabb yang menemani semua yang tersendiri
Wahai Rabb pengaman segala yang takut
Wahai Rabb penguat segala yang lemah
Mudah bagiMu memudahkan segala yang susah
Wahai Rabb yang tiada memerlukan penjelasan dan penafsiran
Hajat kami kepada-Mu amatlah banyak
Engkau Maha Tahu dan melihatnya
Peliharalah kami dan keluarga kami dari Siksa Api nerakamu



Ya ALLAH, jadikan kami kebanggaan hamba dan nabi-Mu Muhammad SAW di padang mahsyar nanti
Saat para rakyat kecewa dengan para pemimpin penipu yang memimpin dengan kejahilan dan hawa nafsu
Saat para pemimpin cuci tangan dan berlari dari tanggung jawab
Berikan kami pemimpin berhati lembut bagai Nabi yang menangis dalam sujud malamnya tak henti menyebut kami, ummati ummati, ummatku ummatku
Pemimpin bagai para khalifah yang rela mengorbankan semua kekayaan demi perjuangan
Yang rela berlapar-lapar agar rakyatnya sejahtera
Yang lebih takut bahaya maksiat daripada lenyapnya pangkat dan kekayaan
Ya ALLAH, dengan kasih sayang-Mu Engkau kirimkan kepada kami da'i penyeru iman
Kepada nenek moyang kami penyembah berhala
Dari jauh mereka datang karena cinta mereka kepada da'wah
Berikan kami kesempatan dan kekuatan, keikhlasan dan kesabaran
Untuk menyambung risalah suci dan mulia ini
Kepada generasi berikut kami
Jangan jadikan kami pengkhianat yang memutuskan mata rantai kesinambungan ini
Dengan sikap malas dan enggan berda'wah
Karena takut rugi dunia dan dibenci bangsa


Selengkapnya ....

Kamis, 12 Juni 2008

Selengkapnya ....

Ya Allah...

Apapun Ibadah Kami Jadikan itu sebagai tanda syukur dan tanda bakti kami kepada-Mu

Recent Comments

Promo/Iklan

 
Copyright © 2010 An-Nafsy' | Design : Noyod.Com Sponsored by NewBloggerTemplates